Jumat, 31 Januari 2020

MAKNA MEBANTEN SAIBAN (NGEJOT) DALAM TRADISI HINDU-BALI

Mebanten Saiban atau Ngejot merupakan suatu tradisi Hindu di Bali yang biasa dilakukan setiap hari setelah selesai memasak di pagi hari. Mesaiban / Mejotan juga disebut dengan Yadnya Sesa, merupakan yadnya yang paling sederhana sebagai realisasi Panca Yadnya yang dilaksana umat Hindu dalam kehidupan sehari-hari.
saiban
Mesaiban / Mejotan biasanya dilakukan setelah selesai memasak atau sebelum menikmati makanan. Dan sebaiknya memang mesaiban dahulu, baru makan. Seperti yang dikutip Bhagawadgita(percakapan ke-3, sloka 13) yaitu :
YAJNA SISHTASINAH SANTO, MUCHYANTE SARVA KILBISHAIH, BHUNJATE TE TV AGHAM PAPA, YE PACHANTY ATMA KARANAT
Artinya : Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi diri sendiri, mereka ini sesungguhnya makan dosa.

Makna dan Tujuan Mesaiban

Yadnya sesa atau mebanten saiban merupakan penerapan dari ajaran kesusilaan Hindu, yang menuntut umat untuk selalu bersikap anersangsya yaitu tidak mementingkan diri sendiri dan ambeg para mertha yaitu mendahulukan kepentingan di luar diri. Pelaksanaan yadnya sesa juga bermakna bahwa manusia setelah selesai memasak wajib memberikan persembahan berupa makanan, karena makanan merupakan sumber kehidupan di dunia ini.
Tujuannya mesaiban yaitu sebagai wujud syukur atas apa yang di berikan Hyang Widhi kepada kita. Sebagaimana diketahui bahwa yadnya sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa untuk memperoleh kesucian jiwa. Tidak saja kita menghubungkan diri dengan Tuhan, juga dengan manifestasi-Nya dan makhluk ciptaan-Nya termasuk alam beserta dengan isinya.

Sarana Banten Saiban

Banten saiban adalah persembahan yang paling sederhana sehingga sarana-sarananya pun sederhana. Biasanya banten saiban dihaturkan menggunakan daun pisang yang diisi nasi , garam dan lauk pauk yang disajikan sesuai dengan apa yang dimasak hari itu, tidak ada keharusan untuk menghaturkan lauk tertentu.
Yadnya Sesa (Mesaiban) yang sempurna adalah dihaturkan lalu dipercikkan air bersih dan disertai dupa menyala sebagai saksi dari persembahan itu. Namun yang sederhana bisa dilakukan tanpa memercikkan air dan menyalakan dupa, karena wujud yadnya sesa itu sendiri dibuat sangat sederhana.

Tempat Menghaturkan Saiban

Ada 5 (lima) tempat penting yang dihaturkan Yadnya Sesa (Mesaiban), sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta:
  1. Pertiwi(tanah),biasanya ditempatkan pada pintu keluar rumah atau pintu halaman.
  2. Apah(Air), ditempatkan pada sumur atau tempat air.
  3. Teja(Api), ditempatkan di dapur, pada tempat memasak(tungku) atau kompor.
  4. Bayu, ditempatkan pada beras,bisa juga ditempat nasi.
  5. Akasa, ditempatkan pada tempat sembahyang(pelangkiran,pelinggih dll).
Tempat-tempat melakukan saiban jika menurut Manawa Dharmasastra adalah: Sanggah Pamerajan, dapur, jeding tempat air minum di dapur, batu asahan, lesung, dan sapu.
Kelima tempat terakhir ini disebut sebagai tempat di mana keluarga melakukan Himsa Karma setiap hari, karena secara tidak sengaja telah melakukan pembunuhan binatang dan tetumbuhan di tempat-tempat itu.
Didalam Kitab Manawa Dharma Sastra Adhyaya III 69 dan 75 dinyatakan: Dosa-dosa yang kita lakukan saat mempersiapkan hidangan sehari-hari itu bisa dihapuskan dengan melakukan nyadnya sesa.

Doa-doa dalam Yadnya Sesa (Doa Mesaiban)

Yadnya Sesa yang ditujukan kepada Hyang Widhi melalui Istadewata(ditempat air,dapur,beras/tempat nasi dan pelinggih/pelangkiran doanya adalah:
OM ATMA TAT TWATMA SUDHAMAM SWAHA, SWASTI SWASTI SARWA DEWA SUKHA PRADHANA YA NAMAH SWAHA.
Artinya: Om Hyang Widhi, sebagai paramatma daripada atma semoga berbahagia semua ciptaan-Mu yang berwujud Dewa.
Yadnya Sesa yang ditujukan kepada simbol-simbol Hyang Widhi yang bersifat bhuta, Yaitu Yadnya Sesa yang ditempatkan pada pertiwi/tanah doanya:
OM ATMA TAT TWATMA SUDHAMAM SWAHA, SWASTI SWASTI SARWA BHUTA,KALA,DURGHA SUKHA PRADANA YA NAMAH SWAHA.
Artinya: Om Sang Hyang Widhi, Engkaulah paramatma daripada atma, semoga berbahagia semua ciptaan-Mu yang berwujud bhuta,kala dan durgha.
Jadi pada kesimpulannya sebuah tradisi Hindu di Bali yaitu mesaiban/mejotan merupakan sebuah tradisi yang menghaturkan atau membersembahkan apa yang dimasak atau disajikan untuk makan dipagi hari kepada Tuhan beserta manifestasi-Nya terlebih dahulu  dan barulah sisanya kita yang memakannya . Semua sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan dan menebus dosa atas dosa membunuh hewan dan tumbuhan yang diolah menjadi makanan.
(sumber: paduarsana.com,sithidharma.org)
Visit Our Sponsor

Kamis, 30 Januari 2020

3 JENIS HUTANG MANUSIA MENURUT HINDU – BALI

Menurut pandangan Hindu khususnya di Bali, dalam kehidupan ini sesungguhnya ada 3 jenis hutang yang wajib kita “manusia” untuk membayarnya. 3 (tiga) jenis hutang itu disebut Tri Rna. 
tri rna

Pengertian Tri Rna

Tri Rna berasal dari bahasa sansekerta “Tri” yang berarti tiga dan “Rena” atau “Rna” berarti hutang atau kewajiban. Sehingga Tri Rna dapat diartikan sebagai tiga jenis hutang atau tiga jenis kewajiban.  Berikut adalah tiga jenis hutang yang harus dibayar oleh umat manusia :
1.  Dewa Rna
Dewa Rna adalah hutang atman kepada Tuhan. Karena Tuhan telah memberikan atman atau jiwa sehingga kita bisa hidup. Selain itu Tuhan juga telah menciptkan alam semesta beserta isinya sebagai tempat kita bertahan hidup. Sehingga jasa Tuhan kepada umat manusia amat sangatlah besar. Lantas bagaimanakah cara membayar hutang kita kepada Tuhan ? Berikut adalah hal-hal yang dapat kita lakukan :
  1. Rajin sembahyang
  2. Memelihara semua benda ciptaan Tuhan
  3. Menghormati atau mengagungkan kebesaran Tuhan
  4. Melakukan persembahan atau yadnya
  5. Melaksanakan kebajikan
  6. Berbuat amal
  7. Melaksanakan semua petunjuk atau ajaran agama dengan baik
2. Pitra Rna
Pitra Rna adalah hutang kepada leluhur. Kata Pitra berasal dari bahasa sansekerta “pitr” yang berarti ayah atau bapak. Bentuk jamaknya adalah “pitara” yang berarti nenek moyang / leluhur. Sehingga hutang kepada leluhur yang dimaksud ialah hutang mulai dari kepada orang tua sampai ketingkat diatasnya atau nenek moyang.  Cara membayar hutang atau membalas budi baik leluhur termasuk ayah,ibu,kakek,nenek dan seterusnya, yaitu sebagai berikut :
  1. Melaksanakan upacara Ngaben, Sawa Wedana atau Atma Wedana bagi ibu, bapak,kakek atau nenek yang telah meninggal.
  2. Membuat pelinggih Kemulan Rong Tiga atau Rong Dua sebagai stana roh suci leluhur.
  3. Setiap hari melakukan persembahyangan untuk mendoakan leluhur termasuk juga ibu,ayah,kakek dan nenek yang telah meninggal agar dapat mencapai moksa.
  4. Pada Hari Raya tertentu melakukan persembahyangan,persembahan dan sujud bhakti kepada roh suci leluhur di Kemulan Rong Tiga atau Rong Dua
Bagaimana membayar hutang jika ibu,bapak,kakek atau nenek masih hidup? Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan
  1. Selalu menghormati dan menghargai mereka
  2. Selalu menderngarkan nasehat dan mengikuti bimbingan mereka
  3. Rajin membantu mereka
  4. Meminta maaf atas segala kesalahan yang diperbuat secara sengaja ataupun tidak
3. Rsi Rna
Rsi Rna adalah hutang kepada para Resi. Dalam bahasa sansekerta Rsi atau Resi berarti Guru atau orang bijaksana atau kelompok orang-orang religi atau pendeta atau orang suci. Pada jaman dulu dikenal adanya Wipra. Wipra adalah orang bijaksana yang menerima wahyu langsung dari Tuhan seperti mantra-mantra suci dalam Kitab Suci Weda dan diberi gelar Maharesi. Seseorang yang bertugas sebagai Pendeta, Pandita, Bhagawan dan lain-lain yang bukan penerima wahyu pertama dari Tuhan dinamakan Resi.
Berikut cara yang dapat dilakukan untuk membayar atau membalas budi baik para Resi dan Maharesi :
  1. Mempelajari dengan rajin dan tekun semua ajaran agama yang tercantum dalam berbagai Kitab Suci.
  2. Ilmu pengetahuan yang telah dipelajari hendaknya dipahami dan diamalkan sebaik-baiknya.
  3. Mengikuti dan melaksanakan semua ajaran dan aturan yang telah ditentukan agar kita dapat memperbaiki sikap dan prilaku kita
  4. Tidak lupa menghaturkan persembahan dan sujud bhakti atau yadnya kehadapan Ida Sang Widhi Wasa. Terutama pada Hari Raya Saraswati sebagai hari lahirnya ilmu pengetahuan.
  5. Melakukan Tirtha Yatra ke Pura-Pura atau Tempat Suci.
Dalam tradisi Hindu di Bali dengan adanya Panca Yadnya dan jika kita mampu melaksanakan /menjalankan berbagai macam Yadnya itu,  maka tanpa kita sadari kita telah mampu membayar hutang-hutang yang dijelaskan diatas. Misalnya dengan Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya kita membayar hutang kepada Tuhan. Dengan Manusa Yadnya dan Pitra Yadnya kita membayar hutang kepada leluhur. Begitu juga dengan Resi Yadnya kita membayar hutang kepada Resi dan Maharesi.
(sumber : Buku Tri Rna/ Drs. K.M Suhardana )
Visit Our Sponsor

Rabu, 29 Januari 2020

TENTANG POSISI TIDUR YANG BENAR MENURUT HINDU-BALI

Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton & Hall, 1997). Posisi tidur setiap manusia pada umumnya abstrak, ada yang sama dan ada yang berbeda.
DewataNawaSangablog_zps372dcab8
Didalam Hindu khususnya di Bali, pembahasan tentang posisi tidur yang benar telah dianjurkan. Di Bali terdapat konsep hulu-teben.Konsep ini terkait dengan kosmologi mata angin.
Hulu Teben adalah konsep penataan sebuah tempat secara vertikal dan horisontal yang dapat membawa tatanan kehidupan skala (nyata) dan niskala (tidak nyata). Hulu Teben berasal dari dua kata yaitu hulu dan teben :
  • Hulu artinya arah yang utama, sedangkan
  • Teben artinya hilir atau arah berlawanan dengan hulu
Orang Bali umumnya meletakkan tempat tidur searah utara-selatan atau timur-barat. Jadi, ketika tidur, kepala kita ke arah utara atau timur, kaki ke arah selatan atau barat. Tapi ada juga yang menggunakan posisi tidur dengan hulu patokannya gunung dan teben patokannya laut. Anjuran tentang posisi tidur pun dapat ditemukan  dalam Nitisastra VII, 1-2.
Jika kepalamu di timur, akan panjang umurmu. Jika di utara, engkau mendapatkan kejayaan. Jika letak kepalamu di barat, akan mati rasa cinta padamu, engkau akan dibenci para sahabatmu; dan jika membujur ke selatan, akan pendek umurmu, dan menyebabkan rasa duka cita
Meski pada dasarnya menurut Hindu semua arah mata angin adalah suci. Karena dalam Hindu terdapat  konsep Dewata Nawa Sanga (sembilan penguasa di setiap penjuru mata angin) dan semua adalah perwujudan dari kekuatan Tuhan dalam berbagai manifestasi Beliau.
Namun dalam hal posisi tidur diharapkan posisi kepala mengarah ke hulu. Karena dalam konsep tata ruang di Bali, tempat pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam sebuah rumah biasanya berada di Hulu (utara/timur/posisi gunung). Sehingga dengan kepala pada saat tidur mengarah ke tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi, diharapkan pikiran kita selalu mengingat dan melaksakan ajaran dari Ida Sang Hyang Widhi.
Selain sikap tidur yang tidak boleh mengarah ke teben. Sikap badan saat tidur juga ada pedomannya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Kaki tidak boleh menyilangKonon katanya tertidur dengan kaki menyilang (x) akan membuat manusia mengalami mimpi buruk.
  2. Tidak boleh berselimut hingga menutupi wajahTidur dengan seluruh tubuh tertutup selimut membuat kita terlihat seperti orang yang meninggal dunia. Hal ini adalah tabu bagi masyarakat Bali. Menurut kebudayaan mereka, tidur dengan berselimut menutupi seluruh tubuh dapat mengundang energi jahat dalam tidur kita.

Selasa, 28 Januari 2020

MEMAHAMI MAKNA BANYU PINARUH DALAM HINDU

Memahami Makna Banyu Pinaruh dalam Hindu

Banyu Pinaruh dirayakan setelah Rahina SaraswatiBanyu pinaruh berasal dari kata banyu yang artinya air (kehidupan), dan pinaruh yang berasal dari kata weruh atau pinih weruh. Weruh sendiri bermakna pengetahuan, sehingga dapat dikatakan banyu pinaruh adalah hari dimana kita memohon sumber air pengetahuan.
Banyu pinaruh merupakan titik awal periode wuku di Bali, sehingga akan sangat baik jika sebelum kita mengawali suatu periode yang baru dan sebelum kita mengisi diri dengan pengetahuan, alangkah baiknya kita membersikan tubuh ini dengan air suci (penglukatan). Disebutkan dalam Manawa Dharmasastra Buku V. 109
Adbhirgatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyati, widyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena cuddhyati.
Artinya : Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa disucikan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.

Melukat Saat Banyu Pinaruh

Penglukatan dapat dilakukan di beberapa tempat seperti Sumber mata air (klebutan), Campuhan (pertemuan aliran sungai dan laut), Pantai, Merajan. Penglukatan sendiri dapat dipuput oleh Pandita, Pinandita/Pemangku, ataupun dilakukan sendiri langsung ke sumber-sumber mata air seperti klebutan, campuhan, maupun di pantai. Banten pengelukatan yang paling sederhana dapat menggunakan canang sari atau pejati sebagai atur piuning/permakluman dalam memohon air suci.
Drs. Nyoman Sujana mengatakan, saat Banyu Pinaruh umat melaksanakan suci laksana, mandi dan keramas menggunakan air kumkuman di segara. Kegiatan itu bertujuan untuk ngelebur mala. ”Segara itu kan tempat peleburan dasa mala. Dengan melakukan prosesi itu diharapkan terjadi keseimbangan lahir dan batin,” katanya.
Selain pada tempat-tempat yang telah disebutkan diatas, jika tidak sempat juga bisa dilakukan dirumah. Semua itu dibenarkan oleh ajaran agama Hindu seperti yang tertuang dalam buku kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek agama Hindu I-XI.
Jadi dapat disimpulkan Rahina Banyu Pinaruh adalah hari yang baik, hari dimana kita memohon sumber air pengetahuan untuk membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) yang melekat dalam tubuh umat.  Seperti yang tertuang dalam   Bhagavad Gita IV.36, yaitu berbunyi:
Api ced asi papebhyah, sarwabheyah papa krt tamah, sarwa jnana peavenaiva vrijinam santarisyasi
Artinya : walau engkau paling berdosa di antara manusia yang memiliki dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan, lautan dosa akan dapat engkau seberangi
Visit Our Sponsor

Senin, 27 Januari 2020

FUNGSI LAIN DARI PAON / DAPUR MENURUT HINDU-BALI

Dapur yang dalam bahasa bali biasa disebut paon atau pewaregan yang umumnya berfungsi untuk memasak. Biasanya di dapur terdapat pelangkiran yang berfungsi sebagai stana Bhatara Brahma.
dapur
Dalam lontar Wariga Krimping disebutkan bahwa, Dewi Saraswati yang merupakan sakti dari Dewa Brahma sebagai dewa yang memberikan penyucian diri. Maka ketika seseorang mengalami sebel atau cuntaka, setelah melakukan upacara Pitra Yajna dapat memohon panglukatan kepada Dewa Brahma di pelangkiran dapur.
Dalam lontar Dharma Kahuripan dan lontar Puja Kalapati, bahwa tahapan upacara metatah disebutkan, dalam rangka magumi padangan. Upacara ini juga di sebut mesakapan kepawon dan dilaksanakan di dapur.
Selain yang telah disebutkan diatas, Fungsi lain dari Paon/ Dapur yang tidak kalah penting adalah untuk menetralisir ilmu hitam atau pun butha kala yang mengikuti sampai ke rumah. Jadi hendaknya ketika baru sampai rumah janganlah langsung masuk ke dalam kamar atau ruangan utama di rumah. Hendaknya masuk ke dapur terlebih dahulu.
Dikutip dari guliangkangin.or.id mengatakan.
“Dahulu pernah kejadian dalam suatu rumah ,yang penghuninya tidak ke dapur terlebih dahulu ketika sampai di rumah. Alhasil, bhuta kala atau segala ilmu hitam mengikutinya sampai di dalam kamar. Sampai akhirnya penghuni rumah tersebut mengalami perasaan tidak tenang (seperti dihantui) dan tiba-tiba jatuh sakit tanpa sebab yang pasti”
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat atau kurang lengkap. Mohon dikoreksi bersama. Suksma..
(sumber: guliangkangin.or.id)
Visit Our Sponsor

Minggu, 26 Januari 2020

MAKNA PENGGUNAAN DUPA SAAT SEMBAHYANG DALAM HINDU

makna dupa

Dalam persembahyangan agama Hindu khususnya di Bali  menggunakan unsur api yang diwujudkan dengan Dupa. Dupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga berasap dan berbau harum. Dupa dengan nyala apinya merupakan lambang dari Dewa Agni, yang mana berfungsi sebagai berikut:
  1. Sebagai Pendeta pemimpin upacara
  2. Sebagai perantara menghubungkan pemuja dengan yang dipuja
  3. Sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat.
  4. Sebagai saksi upacara.
Penggunaan Api dalam tradisi agama Hindu bersumber dari Kitab Suci Hindu. Dalam kelompok kitab suci Vedanga yang terdiri dari kitab :Siksa, Vyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa, dan Kalpa.
Dalam Reg Weda dan Sama Weda api memiliki peranan:
  • Api adalah pengantar upacara, penghubung manusia dengan Brahman. (Regweda X, 80 : 4)
  • Api (Agni) adalah Dewa pengusir Raksasa dan membakar habis semua mala dan dijadikannya suci. (Regweda VII 15 : 10)
  • Hanya Agni (api) pimpinan upacara Yajna yang sejati menurut weda. (Regweda VIII 15 : 2)

Makna Pengggunaan Dupa Saat Sembahyang

Tentu dalam persembahyangan selalu kita jumpai Dupa sebagai salah satu saranya. Jika kita coba renungkan kembali akan arti dan fungsinya, tentu mempunyai makna yang dalam. Sehingga wajib ada dalam persembahyangan.
Dupa berasal dari  “wisma” yaitu alam semesta menyala dan asapnya bergerak keatas, pelan-pelan menyatu dengan angkasa. Ini dapat dikatakan sebagai lambang penuntun umat, bagi yang melakukan sembahyang agar menghidupkan api dalam dirinya (bhuana alit) dan menggerakkannya menuju persatuan dengan Hyang Widhi. Seperti yang diibaratkan dengan Dupa yang asapnya menuju keatas dan menyatu dengan angkasa.
Dengan demikian, dapat dikutip bahwa Dupa adalah lambang pertemuan antara umat dengan Tuhannya.
(Sumber: Buku Arti dan Fungsi Sarana Persembahyangan)
Foto : titutbudiartha.blogspot.co.id
Visit Our Sponsor

MAKNA UPACARA NANGLUK MERANA PADA SASIH KANEM

Upacara Nangluk Merana  tergolong dalam jenis Bhuta Yadnya dan tujuan dilaksanakannya upacara Nangluk Merana  oleh  umat Hindu di Bali yaitu pada umumnya untuk memohon keselamatan Bali  agar dijauhkan dari hal-hal yang negatif, terutama sejumlah bencana yang terjadi selama ini di Nusantara.
nangluk merana
Upacara Nangluk Merana biasanya dilaksanakan pada sasih kanem oleh umat Hindu di Bali. Kenapa pada sasih kanem? Secara faktual, Sasih Kanem merupakan musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hujan yang turun pada Sasih Kanem lebih lebat dari pada hujan saat Sasih Kalima. Musim pancaroba tentu saja berdampak pada kondisi alam dan merebaknya aneka penyakit atau pun hama. Sehingga dengan adanya Upacara Nagluk Merana inilah diharapkan dapat memberikan keselamatan lahir dan batin.
Semua itu ada dalam sastra Lontar Purwaka Bumi. Di samping itu tujuan ritual tersebut juga untuk memohon berkah kesuburan. Terlebih lagi, dalam pergantian sasih ini harus dimaknai dengan baik, dilaksanakan dengan lascarya, ngaturan bakti dan banten, memohon keselamatan agar terjadi penetralan kesimbangan sesuai dengan ajaran dan Lontar Cuda Mani.
Pelaksanaan Nangkluk Merana yang dilakukan masyarakat ini telah ada sejak zaman Rsi Markandya.Upacara nangluk merana umumnya dilaksanakan krama subak di seluruh Bali. Upacara dilaksanakan di pura-pura yang berstatus sebagai pura subak, terletak di tepi pantai. Karena itu pula, upacara nangluk merana biasanya terkosentrasi di Puta Watu Klotok, Pantai Lebih, Puru Ulun Subak Bukit Jati, Pura Masceti, Pura Erjeruk, Pura Petitenget, Pura Rambut Siwi, Pura Tanah Lot, dan pura-pura sejenisnya. Pelaksanaan upacara nangluk ini disesuaikan dengan desa kala patra, tempat, waktu dan tradisi yang sudah berjalan di masing-masing daerah di Bali.
Mengacu pada sumber sastra lainnya, dalam hubungan dengan upacara nangluk merana di antaranya bersumber dari Purana Bali Dwipa. Pada intinya sumber itu mengatakan, ketika Raja Sri Aji Jayakasunu mendapat petunjuk dari Hyang Maha Kuasa berbunyi sebagai berikut :
Malih aja lali ring tatawur ring sagara, manca sanak, nista Madhya, uttama, nangken sasih kanem, kapitu, kaulu, pilih tunggil wenang maka panangluk mrana aranya. Yan sampun nangluk mrana, gring tatumpur tikus, walang sangit, mwah salwiring mrana ring desa, mwang ring sawah tan pa wisya, apan sampun hana labanya, wetning salwiring mrana saking samudra datengnya
Artinya :
Dan jangan lupa melaksanakan kurban (tawur) di laut amanca sanak, tingkat kecil, sedang, utama, tiap-tiap bulan Desember, Januari, Februari salah satu di antaranya dapat dipilih untuk dilaksanakan sebagai penolak hama dan bencana. Bilamana sudah melaksanakan upacara nangluk merana, penolak hama dan penyakit di sawah, maka tikus walang sangit, segala bentuk hama di tingkat desa maupun sawah tidak akan berbahaya, karena sudah dibuatkan upacara. Oleh karena segala wabah dari laut sumbernya.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat, mohon dikoreksi bersama. Suksma…
(sumber : majalah raditya, balipost.co.id)
foto: antarakaltim.com
Visit Our Sponsor

Sabtu, 25 Januari 2020

MEMAHAMI MAKNA TUMPEK KANDANG DALAM TRADISI HINDU

tumpek-kandang

Tumpek Kandang atau Tumpek Wewalungan atau Tumpek Uye merupakan hari selamatan binatang-binatang peliharaan (binatang yang dikandangkan) atau binatang ternak (wewalungan).  Tentang Tumpek kandang sudah tersurat dalam Lontar Sunarigama dinyatakan sebagai berikut :
Saniscara Kliwon Uye pinaka prakertining sarwa sato
Artinya : pada hari Saniscara Kliwon Uye  hendaknya dijadikan tonggak untuk melestarikan semua jenis hewan.

Makna Tumpek Kandang

Tumpek Kandang adalah upacara selamatan untuk binatang-binatang seperti binatang yang disemblih dan binatang piaraan. Hakekatnya pada rahina ini untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Pasupati yang disebut Rare Angon, penggembala makhluk. Berdasarkan kutipan ini, tegas bahwa yang dipuja adalah Ida Sang Hyang Widhi, bukan memuja binatang, demikian pula terhadap tumbuh-tumbuhan, senjata-senjata, gamelan dan sebagainya.

Tujuan Tumpek Kandang

Kenapa harus ada upacara untuk para binatang? Mungkin ada yang pernah bertanya dalam hati demikian. Sesungguhnya inilah Hindu yang mengajarkan cinta kasih yang besar kepada seluruh ciptaan Tuhan dan yang mengajarkan sifat untuk menghargai tak hanya kepada sesama manusia tapi juga kepada binatang ,tumbuhan dan seluruh ciptaannya. Karena dalam hindu terdapat amanat untuk menjaga keharmonisan hidup dengan semua mahluk dan alam semesta. Selain itu dalam ajaran Hindu, meyakini bahwa semua makhluk memiliki jiwa yang berasal dari Ida Sang Hyang Widhi.
Dalam Lontar Sarasamuscaya, juga sudah mengingatkan tentang hal ini yang menyebutkan sebagai berikut :
Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana
Artinya : jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam.
Jika kita coba untuk memahami dari lontar tersebut mengartikan bahwa umat hendaknya mengembangkan kasih sayang kepada semua makhluk. Khusus pada perayaan Tumpek Kandang, umat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa Pasupati agar hewan peliharaannya diberkati kerahayuan. Sebab, hewan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Misalnya, sapi atau kerbau bagi para petani memiliki peran yang sangat besar dalam membantu aktivitas agrarisnya.
Sebagai hewan yang ditakdirkan sebagai ubuan tunu seperti  ayam, itik, babi dan sebagainya sering dijadikan sumber protein untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk kepentingan itu hewan ternak memang terus dikembangkan. Tetapi, khusus hewan-hewan yang lain, terutama satwa langka, umat mesti melestarikannya seperti penyu hijau, burung jalak Bali, menjangan, kera dan sebagainya. Hewan-hewan langka tersebut mesti dijaga agar tidak sampai mengalami kepunahan.
Selain itu pada tumpek kandang juga untuk mengingatkan kita sebagai manusia akan adanya Tri Guna. Tri Guna adalah tiga unsur dasar dari sifat manusia, yang terdiri dari
  1. Satwam adalah sifat damai
  2. Rajas adalah sifat ambisi
  3. Tamas adalah sifat malas
Dua bagian dari Tri Guna yaitu Rajas dan Tamas adalah bagian sifat yang ada pada binatang. Sehingga pada tumpek kandang ini kita tak lupa untuk memohon pada Tuhan agar 2 sifat itu dijauhkan pada kita manusia agar yang berkembang ialah sifat Satwan (sifat damai). Seperti yang telah disebutkan dalam Kitab  Wrhaspati Tattwa :
Yapwan tamah magong ring citta, ya hetuning Atma matemahan triak, ya ta dadi ikang dharmasadhana denya, an pangdadi ta ya janggama” (Wrhaspati tattwa,24)
Artinya : Apabila tamah yang besar pada citta, itulah yang menyebabkan Atma menjadi binatang, ia tidak dapat melaksanakan dharma olehnya, yang menyebabkan menjadi tumbuh-tumbuhan.

Sarana Tumpek Kandang

Untuk bebanten selamatan bagi binatang tersebut berbeda-beda menurut macam / golongan binatang-binatang itu antara lain:
  • Untuk bebanten selamatan bagi sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten:tumpeng tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka.
  • Untuk selamatan bagi babi dan sejenisnya: Tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.
  • Untuk bebanten sebangsa unggas, seperti: ayarn, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten berupa bermacam-macarn ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu dilengkapi denganpenyeneng, tetebus dan kembang payas.
Di sanggah / merajan dilakukan pemujaan, pengastawa Sang Rare Angon yaitu dewanya ternak dengan persembahan (hayapan / widhi-widhana) berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan pesucian.
(sumber :pandejuliana.wordpress.com, majalahhinduraditya.blogspot.co.id)
Visit Our Sponsor

KEWAJIBAN ISTRI MENURUT HINDU

Dalam Wanaparva disebutkan seorang ibu rumah tangga juga disebut sebagai Dewi dan Permaisuri. Dewi artinya istri sebagai sinar yang menentukan keadaan rumah tangga. Istri sebagai Permaisuri yaitu yang mengatur tata hubungan, tata grha, tata bhoga, tata keuangan dll. Istri mempunyai peran yang sangat penting dalam keluarga Hindu.
kewajiban istri
Kata istri berasal dari kata stri, Stri dalam bahasa sanskerta berarti “Pengikat Kasih”, Istri dalam keluarga sebagai penjaga jalinan kasih sayang kepada suami dan anak-anaknya. Seorang anak haruslah ditumbuhkan jiwa dan raganya dengan curahan kasih ibu.

- JUAL BANTEN MURAH

Kewajiban Istri Menurut Weda

Dalam Kitab Suci Weda telah dijelaskan kewajiban atau tugas  seorang istri, yaitu sebagai berikut :
  1. Wahai mempelai wanita, dengan kedatanganmu ke rumah suamimu, semogalah kamu menjadi petunjuk yang terang terhadap keluarganya. Membantu dengan kebijaksanaan dan pengertian, semogalah kamu senantiasa mengikuti jalan yang benar dan hidup yang sehat dalam rumahmu. Semogalah Hyang Widhi menghujankan rahmat-Nya kepadamu.(Atharwa Weda XIV.2.27).
  2. Wahai penganten wanita, datangilah dengan keramahanmu seluruh anggota suamimu. Bersama-samalah dalam suka dan duka dengan mereka. Semoga kehadiranmu di rumah suamimu memberikan kebahagiaan dan keberuntungan kepada suamimu, mertuamu laki-laki dan perempuan dan menjadi pengayom bagi seluruh keluarga. (Atharwa Weda XIV.2.26).
  3. Seorang wanita, istri atau ibu juga hendaknya berpenampilan lemah lembut dan menjaga dengan baik setiap bagian tubuhnya. “Wahai wanita, bila berjalan lihatlah ke bawah, jangan menengadah dan bila duduk tutuplah kakimu rapat-rapat”(Rgveda VIII.33.19).
  4. Wahai istri, tunjukkan keramahanmu, keberuntungan dan kesejahtraan, usahakanlah melahirkan anak. setia dan patuhlah kepada suamimu (Patibrata), siap sedialah menerima anugrah-Nya yang mulia” (Atharvaveda XIV.1.42)
  5. Sungguhlah dosa besar jika seorang istri berani terhadap suaminya, berkata kasar terhadap suaminya. “Hendaknya istri berbicara lembut terhadap suaminya dengan keluhuran budi pekerti” (Atharvaveda , III.30.2).
  6. Sebagai seorang istri tahan ujilah kamu, rawatlah dirimu, lakukan tapa brata, laksanakan Yajna di dalam rumah, bergembiralah kamu, bekerjalah keras kamu, engkau akan memperoleh kejayaan” (Yajurveda XVII.85).
  7. Jadikanlah rumahmu itu seperti sorga, tempat pikiran-pikiran mulia, kebajikan dan kebahagiaan berkumpul di rumahmu itu”(Atharvaveda VI.120.3).
  8. Seorang istri hendaknya melahirkan seorang anak yang perwira, senantiasa memuja Hyang Widhi dan para dewata, hendaknya patuh kepada suaminya dan mampu menyenangkan setiap orang, keluarga dan mengasihi semuanya.(Reg Weda X.85.43).
  9. Seorang istri sesungguhnya adalah seorang cendekiawan dan mampu membimbing keluarganya”(Rgveda VIII.33.19)
  10. Wahai para istri, senantiasalah memuja Sarasvati dan hormatlah kamu kepada yang lebih tua” (Atharvaveda XIV.2.20)
Pada kesepuluh point diatas, pada point terakhir dijelaskan “hormatlah kamu kepada yang lebih tua”. Mengartikan jika kalian adalah seorang istri hendaknya mampu mencintai dan menyayangi bapak dan ibu dari suami kalian, seperti kalian mencintai anak mereka (suami). Seorang istri mempunyai peran penting dalam keharmonisan rumah tangga. Jadilah pemersatu keluarga dan pemberi kebahagiaan. Seperti yang telah disebutkan pada point ke dua “Semoga kehadiranmu di rumah suamimu memberikan kebahagiaan dan keberuntungan kepada suamimu, mertuamu laki-laki dan perempuan dan menjadi pengayom bagi seluruh keluarga.”
Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Kewajiban suami dalam Hindu akan dijelaskan pada artikel selanjutnya. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat atau kurang lengkap. Mohon dikoreksi bersama. Suksma..
(sumber : paduarsana.com)
Visit Our Sponsor