Minggu, 24 Mei 2020

KASTA, KESALAHPAHAMAN BERABAD-ABAD

Gambar mungkin berisi: 1 orang

Di sini saya berbicara tentang agama Hindu. Yang jelas di dalam agama Hindu tidak mengenal istilah "Kasta" itu penyimpangan (salah tafsir), yang ada sebenarnya dalam agama Hindu adalah "Catur Warna". Kasta, kesalahpahaman berabad-abad. Ingat sistem Kasta manusia yang buat (kaum penjajah) yang mempraktekkan politik pemecah belah (Devide Et Impera). Kasta itu warisan kaum penjajah. Di India Kasta mulai ada semenjak kedatangan Portugis di India (Kerajaan Goa, India jatuh ke tangan Portugis tahun 1511) dan istilah Kasta mulai diperkenalkan di India. Dan sejak itu para misionaris masuk menyebarkan Kristen di India dengan pola mempelintirkan sistem "Warna" di India menjadi sistem Kasta.

Agama Hindu tidak mengenal sistem Kasta, yang ada adalah Catur Warna. Kasta tidak sama dengan Catur Warna. Kasta itu berstruktur tinggi rendah (meninggikan dan merendahkan). Kasta bukan bagian dari ajaran Hindu. Kasta tidak ada dalam Weda. Kasta dibuat dengan nama yang diambil dari ajaran Hindu, Catur Warna. Lama-lama umat Hindu pun bingung, yang mana Kasta dan yang mana ajaran Catur Warna. Kesalahan-kesalahan itu terus berkembang karena memang sengaja dibuat rancu oleh mereka yang terlanjur "berkasta tinggi". Pada masyarakat Hindu terjadi polemik (pro dan kontra) dalam pemahaman Warna dan Kasta yang berkepanjangan. Karena pemahaman yang salah, seolah Hindu mengajarkan saling merendahkan sesama manusia. Padahal dalam Hindu tidak dikenal istilah Kasta. Istilah yang termuat dalam kitab suci Weda adalah Warna. Tapi dipertahankan yang merasa dapat keistimewaan, sementara masyarakat awam memelihara juga dengan polos.

- JUAL BANTEN MURAH hub.08980563916 atau KLIK DISINI
"Kiranya perlu ditegaskan di sini bahwa kata "KASTA" tidaklah berasal dari bahasa Sanskerta (India) tetapi dari bahasa orang-orang Portugis "Casta" yang diambil dari bahasa latin "Castus" berarti suci. Yang ada sebenarnya dalam bahasa masyarakat Hindu menentukan golongan dalam masyarakat ialah kata "WARNA" yang berarti memilih dimana setiap orang berhak memilih lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Dan lapangan pekerjaan inilah oleh masyarakat ditentukan Apakah ia termasuk golongan Brahmana atau Ksatria atau Waisya ataukah Sudra".
Kini saatnya umat Hindu sadar bahwa sebenarnya umat Hindu tidak mengenal sistem Kasta, yang ada sebenarnya adalah Catur Warna. Sudah sepatutnya kita sebagai umat Hindu membuang jauh-jauh kata Kasta dari semua lilelatur buku yang ada, baik yang di dalam buku-buku pelajaran agama Hindu maupun buku-buku umum lainnya. Kita harus menyadari penyebutan Kasta itulah yang membuat sekat, pengkotaan yang dapat memecah belah umat, itu dulu yang dilakukan kaum penjajah. Sekarang masa sudah zaman milenial, kita juga harus kembalikan ke yang sebenarnya. Umat Hindu harus membuka pengetahuan Weda agar tidak mudah dibodoh-bodohi. Saatnya generasi muda Hindu harus berani berbicara. Benar katakan benar. Salah katakan salah. Jangan takut mengungkapkan kebenaran (Dharma).
Dalam Hindu tidak dikenal istilah Kasta. Istilah yang termuat dalam kitab suci Weda adalah Warna. Apabila kita mengacu pada kitab Bhagawad Gita, maka yang dimaksud dengan Warna adalah Catur Warna, yakni pembagian masyarakat menurut Swadharma (profesi) masing-masing orang.
Ajaran Catur Warna dalam Hindu adalah menempatkan fungsi sosial seseorang dalam kehidupan di masyarakat. Orang boleh memilih fungsi apa saja sesuai dengan kemampuannya. Fungsi sosial itu bisa berubah-ubah. Pada awalnya semua akan lahir sebagai Sudra. Setelah memperoleh ilmu yang sesuai dengan minatnya, dia bisa meningkatkan diri sebagai pedagang, bekerja di pemerintahan, atau menjadi rohaniawan. Fungsi sosial ini tidak bisa diwariskan dan hanya melekat pada diri orang itu saja. Kalau orang tuanya Brahmana, anaknya bisa Sudra atau Kesatria atau Waisya. Begitu pula kalau orang tuanya Sudra, anaknya Bisa saja Brahmana atau Kesatria atau Waisya. Itulah ajaran Catur Warna dalam Hindu.
Jadi pembagian Catur Warna ini tidaklah dimaksud untuk menentukan tinggi rendah derajatnya tetapi menurut kepentingan, fungsi dan kesanggupan golongan itu masing-masing. Pembagian ini sebenarnya tidak dimaksud mengagung-agungkan Brahmana atau merendahkan derajat Sudra hal ini hanya merupakan simbol belaka.
Semua manusia sama di mata Tuhan.
Keturunan juga bisa menjadi kebanggaan seseorang. Namun kebanggaan yang berlebihan akan menimbulkan keangkuhan. Kesombongan akan keturunan sehingga akan merasa lebih tinggi dari orang lain. Orang yang mengagung-agungkan keturunan atau kebangsawanan sangatlah tidak baik, apalagi menganggap orang lain lebih rendah. Agama Hindu mengajarkan agar setiap orang saling menghormati dan saling menghargai sesama makhluk ciptaan Tuhan, Tuhan menilai seseorang bukan karena keturunan yang dinilai adalah Dharma bhakti dan yajnanya. Demikian pula yang terpenting adalah memiliki etika moral yang tinggi.
Satyam Eva Jayate.
Dharma Raksati Raksitah.
OM Shanti.

Visit Our Sponsor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar