Jumat, 01 Juni 2018

SEJARAH DESA MARGA Kec : MARGA TABANAN,BALI INDONESIA.



Diambil dari catatan I Gusti Ketut Sedeng bekas Bendesa Adat Marga tahun 1937 – 1953. Pada jaman dahulu sebelum ada Desa Marga masih merupakan hutan belantara lalu sebagai Desa awal bernama (Uli ngawit) sebagai pendiri bernama I Nyoman Singa dengan jumlah pengikut berjumlah Sanga (Sembilan) mendirikan Desa bernama Pawuman juga mendirikan kayangan bernama Dalem Sengawang. Lalu dari Uli Ngawit lurus ke timur laut di temukan pijakan kaki kidang yang hampir rusak (Rapuh bahasa Bali) kemudian wilayah ini di jadikan pemukiman dan dinamai Kidang Rapuh. Lama kemudian juga mendirikan Dalem (Tempat Suci/Pura) dinamakan Pura Kidang Rapuh, di sebuah hutan tinggal seorang raja dengan pengikutnya bernama Ratu Pering kemudian menetap dan merabas hutan membuat wilayah pemukiman bernama Gelagah, begitu juga mendirikan Pura Dalem bernama Pura Dalem Gelagah. Para pengikut Raja Pering dibuatkan tempat pemukiman di wilayah timur laut Gelagah di beri nama Umah Bali (sekarang Uma Bali). Lalu lama kemudian Sang Ratu Pering membuat pasar, tidak jauh dari Puri (tempat tinggal) disebelah timur diberi nama Kuwuman Lebah. Disebelah selatannya berbatasan dengan Kidang Rapuh (pondok I Nyoman Singa). Dari Kuwoman Lebah setiap hari raja sering bersama pengikut merabas hutan ke arah tenggara sampai akhirnya mendirikan pemukiman bernama Ngebasa (sekarang Br.Dinas Basa di Desa Marga). Beliau juga mendirikan tempat Suci Dalem Ngabasa sekarang disebut Pura Dalem Basa. Beliau juga mendirikan Taman diberi nama Taman Lebah (sekarang Br.Lebah Desa Marga). Ditaman ini ada ditemukan ranting pohon diapit pohon beringin kembar dan besar, ujung dari ranting itu ke utara sampai tidak ditemukan. Kemudian ada lagi orang datang dari Sumatera anaragtag alas (mengikuti hutan dari lebah, kemudian membangun pemukiman bernama Kebon Tagtag. Cerita kembali akar taru yang diapit pohon beringin besar setelah diperhatikan secara seksama pangkalan lantas ditemukan diberi nama pusar (Pusar Marga) lalu diikuti ke utara kemudian diketemukan cabangnya tiga (tetiga) itu namanya pah tiga sekarang adalah desa petiga kemudian perjalanan diikuti cabang yang ke utara cabang yang paling tua saat itu disebut Tua Sekarang (Desa Tua). Perjalanan tetap dilanjutkan ke utara dan kemudian cabangnya tidak nampak jelas, (capuh) sekarang namanya Capuhan/Apuhan/Apuan terus ujungnya ke poh tegal (sekarang Desa Tegal) Sang Raja beserta rombongan karena keburu malam akhirnya bermalam di sini besoknya perjalanan diteruskan ke utara akhirnya ditemukan ujungnya benyah (hancur) sekarangDesa Benyah. Desa ini sebagai batasnya Desa (Kerajaan Marga) lalu Kelian beserta rombongan balik ke Marga. Kembali tinggal di Alas Pering (Hutan Pering) sekarang Br. Alas Pere Desa Geluntung. Pemukiman Beliau diganggu oleh semut hingga akhirnya Beliau kembali ngungsi ke Alas Marga. Kemudian dilanjutkan perjalanan ke timur laut hingga akhirnya menetap di wilayah Perean, beliau beristrikan 2 orang : prami bernama Siluh Pacekan, Penawing bernama Siluh Jepun tidak lama kemudian hamil istri prami hingga melahirkan Putra lanang bernama I Gusti Ngurah Batan Duren. 

Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll
- Cari Penghasilan Tambahan Dari Blog..KLIK DISINI

Dipinggir kerajaan ada sebuah pedukuhan yang dihuni oleh seorang dukuh bernama Dukuh Titi Gantung, bersahabat dengan Ida Pedanda Watu Lumbang dan I Gusti Unggasan saking Tambangan Badung. Kemudian diceritakan menyusul istri penawing juga hamil muda tapi diusir oleh prami. Alkisah, diceritakan I Dukuh Titi Gantung merencanakan Upacara Agama Ngodalin ring Sanggah ipun (Bahasa Bali). Ki Dukuh juga mengundang Baginda Raja mengharap bisa hadir pada saat upacara tetapi Raja lupa, tidak bisa menghadiri.
Tapi kebetulan pada saat manis Pengrainan (sehari setelah upacara) Raja punya keinginan berburu dengan 40 orang pengawal di wilayah hutan Padang Ngoling. Dalam perburuan ketika beliau belum dapat satupun buruannya tiba-tiba turun hujan angin amat deras, Baginda Raja aknirnya beserta pengiring berteduh di rumah I Dukuh Titi Gantung, Ki Dukuh Titi Gantung sangat menyambut kedatangan baginda Raja serta minta ijin untuk menghaturkan jamuan juga kepada segenap pengiringnya. Baginda Raja berkenan, serta mengijinkan Ki Dukuh menyiapkannya.
Ki Dukuh mengerjakan membuat serba baru (Sukla) babi, ayam semua baru dipotong ketika semua selesai lalu disuguhkan kehadapan Baginda Raja beserta rombongan. Setelah semuanya selesai Baginda Raja beserta rombonoan kembali ke Kerajaan ketika telah tiba istri prami telah menyiapkan hidangan kepada Raja ketika dipersilahkan serta merta Raja mengatakan kenyang, baru saja makan di rumah Dukuh Titi Gantung, rnendengar pernyataan Raja sepontan Permaesuri marah, menyebutkan Raja nyurud ke rumah dukuh karena baru kemarinnya (Ngodalin). Raja berhasil di panas-panasi hingga akhirnya raja mengutus Manggala membunuh Dukuh Titi Gantung beserta turunannya. Setelah Dukuh Titi Gantung terbunuh lalu Manggala kembali ke Kerajaan melaporkan kepada Raja. Cerita selanjutnya pada besok harinya I Gusti Unggasan dan badung, mampir ke rumah Ki Dukuh sambil berjualan tuak, betapa terkejutnya pedukuhan itu dijumpainya rusak berantakan karena keburu malam akhirnya I Gusti Unggasan memutuskan bermalam di rumah yang telah rusak itu, ketika tertidur I Gusti Unggasan bermimpi bertemu Ki Dukuh dan diberikan sesuatu disuruh mengambil di Merajan, I Gusti langsung terbangun dan langsung menuju Merajan dilihatnya sinar berupa bantal didalamnya ada bergambar senjata, langsung dibawa dan disimpan pada penyandang (Sanan) tuaknya. Pada esok harinya I Gusti Unggasan berjualan kembali menuju wilayah Perean. Setelah itu I Gusti Unggasan diajak menetap di Puri Perean.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali

- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI

Alkisah cerita Perbekel Kuwum Balangan bernama “I Papak” bersama pasukannya disuruh merabas alas Marga tidak seberapa lama tibalah dialas Marga lanjut merabasnya dari Utara ditemukan Lingga diberi nama “Sentaja”. Sante artinya mulai Ja artinya Kaja (Utara) sekarang disebut Pura Sentaje. Akhirnya alas Marga tersebut dijadikan pemukiman. Lantas Raja Perean mengutus “I Gusti Unggasan” untuk tinggal di Marga dan diberikan mengiring istri Raja yang sudah hamil bernama “Si Luh Jepun” diiringi pasukan 40 orang. Lantas menuju Marga membangun tempat tinggal ditengah-tengah hutan Marga. Cerita selanjutnya bahwa perjalanan I Gusti Unggasan bertemu dengan Ida Pedanda Batu Lumbang dan perintah untuk mengajak Si Luh Jepun tangkil kesana pada hari Purnama karena Beliau akan memberikan sesuatu, selanjutnya saat hari Purnama tiba Ida Pedanda (Beliau ingin menitipkan pikiran serta mengatakan bahwa Ni Luh Jepun adalah istri Raja Perean dan sekarang dalam keadaan hamil) darl bayi di dalam perutnya adalah Putra Utama hingga akhirnya beliau berhasrat memberikan kekuatan agar menjadi putra yang berguna setelah itu beliau berkata kalau anak itu lahir agar– diberi nama “Ida Arya” Si Luh Jepun menyetujuinya dan kemudian kembali ke Marga. Pada suatu hari Ida Arya difitnah dikatakan telah memperkosa gadis sudra, hingga akhirnya diburu oleh pasukan bersenjata juga I Gusti Ngurah Beten Duren melaporkan kepada raja bahwa adiknya harus dihukum mati. Karena kedua adalah putra mahkota lantas Raja mengijinkan mencoba berdua untuk berperang dengan perjanjian siapa yang akan kalah kalau lari ketimur lewat dari Sungai Dangkang tidak boleh dikejar. lda Arya menunggu pasukannya yang datang dari Ngabasa Lebah Marga. Setelah pasukan Ngebasa Lebah Marga datang, Raja mengomando peperangan dengan memberikan senjata tetapi tidak boleh memilih. Akhirnya lda Arya mendapatkan “I Baru Bantal”, I Gusti Ngurah Beten Duren mendapatkan “I Baru Upas” miwah “Pustaka” setelah semua bersenjata lalu perang dimulai (perang saudara kakak melawan adik) dan pasukan melawan pasukan I Gusti Ngurah Beten Duren lari ketimur lewat Tukad Dangkang Ida Arya beserta pasukannya kembali menghadap Raja, tapi tiba – tiba Raja Perean membunuh dirinya, Ida Arya tidak mau karena itu adalah Ayahnya. Tapi Ida Arya didesak karena Ida Arya adalah Putra Utama berhak membinasakan segala keangkaramurkaan di bumi ini. Oleh karena itu lalu Ida Arya memusatkan konsentrasinya serta rnengunuskan senjatanya kepada Raja kemudian jenasah sang Raja dimakamkan di “Merajan Taman” pada malam hari membubul keluarlah “Naga Kaang” dipuncak “Beringin Tuka” lalu Ida Arya mendekat ke jenasah Raja serta mendapatkan sabda bahwa Ida Arya tidak diberikan mengupacarai jenasahnya. Setelah peperangan di Puri Perean, Ida Arya menetap menjadi Raja Muda di Puri Agung Perean. Sewaktu – waktu pergi ke Marga yang diiringi oleh pasukannya I Papak bersama Perbekel ngabasa bersama pasukan – pasukannya merencanakan pembangunan “Pura Agung Marga” yang sebagai istana utama Raja juga dilanjutkan pembangunan dengan Pura di empat penjuru dan rakyatnya semua senang dan sangat bakti kepada raja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar