Kamis, 21 Juni 2018

SEJARAH DESA ADAT BONGKASA Kec : ABIANSEMAL

Hasil gambar untuk DESA ADAT BONGKASA


Konon dahulu kala daerah ini masih merupakan hutan belantara dan semak-semak yang tanahnya berpalung-palung, pada saat ini dibawah kekuasaan Raja Mengwi yang batas timurnya adalah sungai ayung. Pada tahun 1600 M Raja Mengwi mengutus orang kepercayaanya yang bernama I Gede Geredegan dan I Made Tanggu untuk merabas daerah sebelah barat sungai ayung, utusan tersebut tidak berani menolak tugas yang merupakan perintah langsung Raja Mengwi. I Gede Geredegan dan I Made Tanggu melakukan tugas menuju tanah sebelah barat sungai ayung dengan mengambil lokasi disebelah barat Pura Sima yang ada Sekarang.

I Gede Geredegan dan I Made Tunggu pekerjaanya hanya merabas hutan sambil menanam tanaman yang bias dinikmati, tetapi sayang mereka tidak mengajak istrinya sehingga tidak menumbuhkan anak sebagai keturunan (sentana). Meskipun demikian dia tetap bertahan (teguh dalam hutan atau wana) sehingga tempat tersebut diberi nama TEGUH WANA dan lama kelamaan menjadi TEGUAN.

I Gede Geredegan dan I Made Tanggu memebagi tugas dengan kesepakatan I Gede Geredegan kembali ke Puri Mengwi untuk melaporkan hasil pekerjaan atau tugas yang diembannya dan I Made Tunggu dengan setianya menunggui batas timur kerajan Mengwi, tak lama kemudian ada berita bahwa Permaisuri atau Istri Raja Mengwi mengalami sakit keras dan pada saat itu keadaan terpakasa Raja Mengwi mengundang para Pendeta dan para Dukun atau Tabib yang ada diistana maupun yang ada diluar istana untuk memberikan pertolongan mengobati Istri Raja Mengwi, namun satupun tidak ada yang berhasil untuk mengobati Istri Raja Mengwi.

Kabar berita itu telah tersebar kesegala penjuru hingga sampai kedaerah Manuaba di Gianyar, kala itu berita didengar oleh orang tua Jero Ketut Tangsub dan segera orang tua Jero Ketut Tangsub mengutus Jero Ketut Tangsub untuk berangkat ke Puri Mengwi untuk memberi pertolongan atau pengobatan kepada Isteri Raja Mengwi. Jero Ketut Tangsub tidak berani menolak apa yng diberitahukan oleh ayahnya dan segera berangkat ke Puri Mengwi dengan peralatan berupa sebuah tas yang terbuat dari Ate. Yang sering disebut dengan Kompek Gandek yang berwarna warni, sehingga baik dipandang yang dilengkapi dengan isinya antara lain : sirih, kapur, pinang, tembakau, dan tempat penumbukannya (pengelocokan) yang berguna untuk camilan penghangat mulut serta dapat dimanfaatkannya sebagai sarana didalam melakukan pengobatan.

Dalam perjalanannya banyak rintangan-rintangan yang ditemui tetapi dapat diatasi, setelah sampai didepan puri Mengwi kelihatan masyarakat serta para patih sibuk keluar masuk Puri Mengwi, karena para resi dan pandita Kerajaan serta dukun yang ahlidalam pengobatan sudah pada berdatangan, guna meladeni para Rsi, Pandita Kerajaan dan para dukun untuk melakukan pengobatan demi sembuhnya istri Ratu Mengwi, dengan mengucapkan beraneka ragam Japa Mantra pengobatan (Usada) para Rsi dan Pandita Kerajaan serta para dukun dengan khusuknya mengucapkan Japa Mantra untuk meminta restu pengobatan agar istri Raja Mengwi sembuh. Pada saat bersamaan dibawah pohon beringin ada seorang pedangang rujak yang sedang asik berjualan dan Jero Ketut Tangsub tiba dijaba Puri Mengwi dan bertanya kepada dagang rujak”Ibu pedagang rujak, berapakah dapat ongkos orang-orang yang berkeliaran keluar masuk puri itu?”. Mendengar perkataan itu rasanya terlalu mengejek, lalu pedagang rujak melapor ke Puri kepada para Patih dari Raja Mengwi, mendengar laporan tersebut semua Patih Raja Mengwi menjadi marah dan ingin membunuh orang tersebut ( Jero Ketut Tangsub ).
Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll
Jero Ketut Tangsub dipnggil menghadap ke Puri oleh para Patih dan dipaksa ntuk menjelaskan apa maksud kata-kata “Berapakah dapat ongkos orang-orang yang berkeliaran keluar mask Puri itu?” dengan tenangnya Jero Ketut Tangsub menawab “Maksud hamba apakah orang yang berhasil mengobati istri Raja Mengwi hingga sembuh mendapatkan imbalan”. Tampa memberikan jawaban para patih langsung menyuruh Jero Ketut Tangsub mengobati istri Raja Mengwi yang sakit supaya sembuh, kalau tida mau Jero Ketut Tangsub akan dibunuh oleh para Patih Mengwi.

Dengan wajah berseri-seri Jero Ketut Tangsub mengikuti para Patih ke tempat dimana istri Raja Mengwi, setibanya di ruangan istri Raja Mengwi dalam keadaan sakit tergolek lemas, dengan melihat keadaan yang demikian Jer Ketut Tangsub meminta ijin untuk mengobatinya, dengan kekuatan batinnyaJero Ketut Tangsub mengeluarkan sebuah gandek / tas atau sebagai sarana pengobatan dan diciptanya sebagai balai pemujaan (pawedan), isi dari tas/gandeknya diciptakan sebagai perlengkapan untuk melakukan Japa Mantra dan Jero Ketut Tangsub memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberkati mengobati istri dari Raja Mengwi. Setelah melakukan pemujaaan Jero Ketut Tangsub memohon ijin kepada Raja Mengwi agar diijinkan untuk melakukan pengobatan dengan cara pembersihan yang menggunakan sarana air yang telah disucikan untuk dipercikkan keseluruh badan istri Raja Mengwi, setelah dipercikkan air suci tiba-tiba Istri Raja Mengwi bias terbangun dan tidk merasakan lemas dan mengatakan sembuh kepada Raja Mengwi.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI

Dengan sembuhnya Istri Raja Mengwi Jero Ketut Tangsub menerima berkah dari Raja Mengwi berupa secutak tanah dengan tempat yang dipilih oleh Jero Ketut Tnagsub seluas 10 Ha, setelah selesai tugas yang diaksanakannya dan telah selesai pula semua pembicaraan dengan Raja Mengwi Jero Ketut Tangsub mhon pamit kepada Raja Mengwi guna mencari tempat yang diberikan oleh Raja Mengwi, pada saat itu Ratu Mengwi memerintahkan I Gede Geredegan dan Istrinya untuk mengikti dan selalu mendampingi Jero Ketut Tangsub dalam keberangkatannya menuju kearah timur, dalam perjalanannya Jero Ketut Tangsub sambil memegang sehelai daun lontar setibanya di daerah ketinggian Jero Ketut Tangsub memandangi kea rah timur dan dilihatnya suatu pertanda seberkas sinar merah keemasan yang penuh dengan hawa kesucian yang dirasakan oleh Jerio Ketut Tangsub dan I Gede Geredegan.

Pada sebuah ketinggian Jero Ketut Tangsub duduk beristirahat dengan memegang gandek yang dibawanya sambil membuat sebuat geguritan pupuh ginada bebungklingan yang disurat pada sehelai daun lontar yang telah dibawanya : Ada kidug anyar teka, Mijil saking ranged langit

Kawi muda kapupungan, Sira lajua mintar kidung

Iseng-isengan manyurat, Anggen nyarwi

Ban ibuk larane liwat.

Setelah membuat beberapa bait geguritan Jero Ketut Tangsub langsung menuju tempat yang terdapat sinar merah keemasan itu, sambil mengupas ciri-ciri sinar yang dilihatnya, sehingga ciri-ciri tersebut diartikan Rangde Langit yaitu sinar merah keputih-putihan yang muncul dari langit yang mana dalam bahasa balinya mengandung arti Bang Akasa, disebutlah daerah ini Bangkasa yang kemudian lama kelamaan orang-orang mengatakannya Bongkasa yang sekarang ini disebut dengan Desa Bongkasa, Kecaatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Proponsi Bali.

Dengan kesuburan tanahnya dan keamanan yang sangat menjanjikan maka lama kelamaan daerah ini banyak pendatangnya yaitu dari :

Pengembungan berasal dari pengembungan Tabanan, Kedewatan berasal dari Kedewatan Gianyar,Tanggayuda berasal dari Tanggayuda Gianyar, Sayan berasal dari Sayan Gianyar, Kambang berasal Samuan Carangsari,Kutaraga berasal dari Punggul dan Pengembungan, Tohpati berasal dari kambang dan Camuan Carangsari. Desa Bongkasa terdiri dari dua Desa Adat yaitu : Desa Adat Bongkasa dan Desa Adat Kutaraga. Desa Bongkasa yang terdiri dari sepuluh banjar dinas yaitu:

1. Banjar Kedewatan berasal dari Kedewatan Gianyar (Icaka 1655/1733 M)

2. Banjar Tanggayuda berasal dari desa Tanggayuda Gianyar

3. Banjar Sayan Agung berasal dari Desa Sayan Gianyar

4. Banjar Sayan Tua berasal dari Desa Sayan Gianyar

5. Banjar Pengembungan Sari berasal dari Banjar Pengembungan Bongkasa

6. Banjar Teguan berasal dari Teguh Wana

7. Banjar Pengembungan berasal dari Pengembungan Tabanan

8. Banjar Kambang berasal dari Desa Samuan Carang Sari

9. Banjar Kutaraga berasal dari banjar Pengembungan dan Desa Punggul

10. Banjar Tohpati berasal dari banjar Kambang Desa Bongkasa

Mengenai Dua Desa Adat yang ada di Desa Bongkasa Didukung Oleh 12 Banjar adat yang ada didesa yaitu:

1. Desa adat Bongkasa didukung oleh 10 Banjar adat antara lain;

a. Banjar adat Karang adat Dalem 1

b. Banjar adat Tegalkuning

c. Banjar adat Kedewatan

d. Banjar adat Tanggayuda

e. Banjar adat Sayan agung

f. Banjar adat Sayan Tua

g. Banjar adat Pengembungan Sari

h. Banjar adat Teguan

i. Banjar adat Pengembungan

j. Banjar adat Kambang

2. Desa adat Kutaraga berposisi disebelah selatan desa adat Bongkasa yang didukung oleh 2 banjar adat antara lain;

a. Banjar adat Kutaraga

b. Banjar adat Tohpati

Demikianlah sekelumit sejarah singkat desa Bongkasa ini dapat kami sampaikan, mudah-mudhan ada manfaatnya. Tentunya sejarah ini masih jauh dari sempurna karena tidak didukung oleh data dan fakta sejarah yang akurat, hanya berdasarkan penuturan dari sesepuh desa,yang diketahuinya melalui penuturan secara turun-temurun. Oleh karena itu melalui kesempatan ini kami mohon bantuan semua pihak untuk menyempurnakan sejarah Desa Bongkasa ini,yang telah dijadikan pedoman dalam pembuatan lambang Desa Bongkase yang digunakan dalam Administrasi Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Desa Bongkasa.

Foto colection P.F.VALOIS. 

Sumber : sejarahbal.blogspot.com/2014/02/sejarah-adanya-desa-bongkasa.html


Credit: https://www.facebook.com/yan.otonksidakarya


Recommended Download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar