Rabu, 22 Agustus 2018

SEJARAH DESA ADAT SIDAKARYA DAN TOPENG DALAEM SIDAKARYA. DENPASAR SELATAN. BALI,INDONESIA.

Hasil gambar untuk SEJARAH DESA ADAT SIDAKARYA DAN TOPENG DALAEM SIDAKARYA. DENPASAR SELATAN. BALI,INDONESIA.

Di suatu desa/daerah yang bernama Keling ada pendeta yang sangat termahsyur tentang kebenaran utama yang mempunyai “Ilmu Kelepasan Jiwa”. Disebut Brahmana Keling karena beliau berasal dari Daerah Keling, Jawa Timur. Beliau juga mendirikan pesraman/pertapaan di lereng Gunung Bromo. Brahmana Keling adalah putra dari Danghyang Kayumanis, cucu dari Empu Candra, kumpi dari Mpu Bahula dan cicit dari Empu Beradah. Tetapi sampai saat ini belum ada yang tahu nama beliau yang sebenarnya, karena beliau berasal dari Keling maka beliau disebut “Brahmana Keling”.

Dalam Perjalanan beliau dari tanah Jawa ke Bali sampailah beliau di suatu Desa pesisir pantai yaitu Desa Muncar. Di sini beliau sejenak beristirahat sambil menikmati keindahan panorama selat Bali, yang menambat hati beliau akan keindahan alam laut dan pegunungan Pulau Bali. Tak dinyana sebelumnya di hadapan beliau tiba-tiba muncul ayahnya (Dang Hyang Kayumanis). Sang Ayah bercerita panjang tentang keberadaannya di Nusa Bali, bahwa di Bali sekarang ini di Kerajaan Gelgel yang menjadi Raja adalah Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha yang mendampingi Dalem Waturenggong sebagai penasehat dalam bidang keagamaan (kerohanian) yang akan melaksanakan Upacara (Karya Eka Dasa Rudra di Pura Besakih).

Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll



Mendengar Sang Ayah bercerita demikian, lalu pertemuan Dang Hyang Kayumanis dengan anaknya Brahmana Keling di Desa Muncar sudah selesai sekaligus merupakan pertemuan yang terakhir. Sang Ayah melanjutkan perjalanan menuju ke Pesraman di Jawa Timur (Daerah Keling) sedangkan Brahmana Keling selanjutnya menuju pulau Bali menuju di Keraton Gelgel.

Tentang perjalanan Brahmana Keling menuju Bali lanjut ke Keraton Gelgel tidaklah ada yang tahu apakah beliau menggunakan apa ? Jejak-jejak perjalanan beliau dimana ? Kemana ? dan sebagainya. Singkat cerita sampailah di Keraton Gelgel, namun sayang sesampainya Brahmana Keling di Gelgel Keraton dalam keadaan sepi, beliau lalu diterima oleh beberapa pemuka masyarakat yang ada di Keraton.

Dalam keadaan yang lesu, lusuh dan pakaian yang serba kumel dan kotor Brahmana Keling menjawab, bahwa beliau bermaksud menemui saudaranya tidak lain adalah Sang Prabu Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha. Karena Sang Prabu Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha tidak ada di Keraton maka pemuka masyarakat yang menyapa tersebut mempersilahkan Brahmana Keling menuju Pura Besakih, sebab Sang Prabu dan Dang Hyang Nirartha ada disana sedang sibuk dengan para pengiringnya mempersiapkan pengadaan upacara (wali) Eka Dasa Rudra di Pura Besakih. Selanjutnya Sang Brahmana meneruskan perjalanan menuju Pura Besakih. Sesampainya di pelataran pura, lagi beliau disapa oleh masyarakat para pengayang yang ada, di Pura.

Brahmana Keling menjawab sama, bahwa beliau ingin menemui saudaranya Dalem Waturenggong dan Dang Hyang Nirartha yang katanya sedang ada di Pura. Masyarakat tadi pun belum berani menghadap Dalem karena ia beranggapan bahwa orang yang datang dalam keadaan begini tidak mungkin saudara Sang Prabu maupun Dang Hyang Nirartha, bahkan masyarakat sangat tersinggung dengan pengakuan sang Brahmana ini yang mengaku-ngaku bersaudara dengan Dalem junjungannya seolah-olah derajat Sang Prabu dengan Dang Hyang Nirartha disamakan dengan dirinya yang dalam keadaan compang-camping selayaknya seorang pengemis.

Tetapi Brahmana Keling bersikeras dan karena suatu sebab rakyat tidak dapat menghalanginya, serta tidak ada yang melihat beliau menuju ke dalam. Akhimya mungkin karena saking payahnya beliau dalam perjalanan panjang Brahmana Keling langsung menuju Pelinggih Surya Chandra, di atas sanalah beliau duduk berstirahat sejenak, untuk melepas penatnya.

Tak berselang beberapa lama datanglah Sang Prabu Dalem Waturenggong, begitu beliau menoleh ke atas Pelinggih Surya Chandra alangkah terkejutnya hati beliau serta merta dengan muka yang merah padam. Karena murkanya beliau langsung memanggil prajurit untuk menanyakan siapa gerangan orang itu yang telah berani duduk di atas sana. Prajurit menjawab bahwa orang itu (Brahmana Keling) memang dari tadi dilarang masuk, lebih-lebih ia mengaku sebagai saudara Sang Prabu dan Dang Hyang Nirartha yang sangat ingin bertemu dengan Sang Prabu. Tetapi entah mengapa orang itu tidak disangkanya sudah ada di atas Pelinggih Surya Chandra, rakyat dan prajuritnya serta semua yang ada disana sangat terkejut dan keheranan.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI

Mendengar apa yang dilaporkan oleh para prajurit dan para pengayah, bertambah murkanya Sang Prabu, seketika itu dengan suara yang bergetar keras memerintahkan para prajurit, pengayah dan rakyat untuk segera menyeret keluar orang yang disangka gila itu. Serta merta prajurit dan masyarakat mengusir Brahmana Keling dengan suara sorak sorai, karena saking mulianya hati Brahmana Keling sebab sama sekali beliau tidak mengadakan perlawanan apa-apa akhirnya beliau mengalah karena perintah keras Sang Prabu yang sudah tidak mengakuinya lagi sebagai saudara.

Sebelum Brahmana Keling meninggalkan Pura Besakih pada saat pengusiran dirinya Beliau lalu mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya : "Wastu tats astu karya yang dilaksanakan di Pura Besakih ini tan Sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan (diserang wabah penyakit), sarwa gumatat-gumitit (binatang-binatang kecil / hama) membuat kehancuran (ngrubeda) di seluruhjagat (bumi) Bali ". Begitu suara Brahmana Keling keluar seperti halilintar menyambar di Siang bolong semua masyarakat menyaksikan dengan menganga, terpaku tak berkutit sedikitpun, lalu Brahmana Keling meninggalkan pura Besakih menuju Barat Daya.

Dalam perjalanan beliau dari Besakih menuju Badanda Negara, semuanya tidak ada yang tabu secara persis seperti perjalanan petualang-petualang lainnya. Menurut perkiraan penulis kemungkinan Brahmana Keling menuju suatu tempat dengan jalan mays (ilmu menghilang), sebab selama perjalanan beliau sampai saat ini belum ada bukti tanda-tanda tempat persinggahan maupun tempat peristirahatan dan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Singkat cerita sampailah Brahmana Keling di Badanda Negara yaitu di (Desa Sidakarya sekarang) dan di sini Beliau membuat pesanggrahan pesraman sebagaimana layaknya seorang Brahmin. Arti sesungguhnya Badanda Negara adalah : Badanda=Padanda=Pandan (pahon berduri), Negara=Wilayah. Di pesisir selatan kerajaan Badung banyak ditumbuhi pohon pandan, jeruju dan sejenisnya termasuk pohon bakau. Oleh karena itu daerah pesisir ini lumrah disebut Badanda Negara = Pandan Negara.

Sepeninggal Brahmana Keling dari Pura Besakih tidak berselang beberapa hari suasana sejagat Bali terutama Kraton Gelgel dan sekitarnya mulai menampakkan situasi yang tidak mengenankan. Seperti ucapan Sang Brahmana, semua tanaman pohon pohonan yang berguna bagi pelaksanaan penunjang karya seperti : kelapa, pisang, padi, sayuran dan sebagainya semua layu, buah berguguran, wabah / hama seperti : ulat, tikus dan lain-lain semakin banyak dan ganas menyerang tanaman-tanaman para petani, bumi seketika kering kerontang, wabah penyakit merajalela menyerang penduduk keadaan sangat mengerikan (gerubug) antara pengayah bertengkar tanpa sebab dan semuanya dalam keadaan kacau balau.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI
Sehingga jadwal pelaksanaan karya urung dilaksanakan, karena sudah tidak memungkinkan untuk diteruskan. Melihat kenyataan seperti ini lalu Dang Hyang Nirartha diperintahkan oleh Ida Dalem melakukan upakara pembasmian dengan melakukan tapa semadi juga tidak mempan dan bahkan semakin menjadi-jadi, semua keadaan serba menyedihkan akhinya Ida Dalem sendirilah yang turun tangan, memerintahkan Dang Hyang Niratha, untuk membuat upakara lanjut mengadakan tapa semadi.

Pada suatu malam Dalem Waturenggong mengadakan semadi di Pura Besakih. Beliau mendapat pewisik petunjuk dari Ida Betara yang bersthana di Pura Besakih, bahwa Beliau telah berdosa mengusir saudaranya sendiri secara hina dan untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala hanya Brahmana Kelinglah yang mampu melakukan hal itu.

Setelah mendapatkan petunjuk (pawisik), esok harinya langsung Ida Dalem memanggil Perdana Mentrinya Arya Kepakisan (Gusti Agung Petandakan) serta memanggil para Patih lainnya seperti Arya Pengalasan, Arya Ularan dan lain-lain termasuk para punggawa untuk mengadakan sidang. Dalam sidang tanpa agenda tersebut memutuskan agar secepatnya menjemput Brahmana Keling yang pernah diusirnya. Karena beliaulah yang dapat mengembalikan situasi kekeringan seperti ini serta beliau sekarang ada di Badanda Negara (Pandan-Negara) di pesisir selatan Kadipaten Badung. Pada waktu itu yang menjadi Raja (anglurah) Badung adalah I Gusti Tegeh Kori (Dinasti Tegeh Kori). Namun di sini tidak diketahui secara jelas siapakah senapati yang diutus menjemput Brahmana Keling ?.

Singkat cerita berangkatlah rombongan penjemput Brahmana Keling ke Badanda Negara, pertama-tama menuju Keraton Tegeh Kori di Badung untuk meminta petunjuk lebih lanjut akhirnya menuju Badanda Negara (Pesisir Selatan Kerajaan Badung = Sidakarya sekarang). Sesampainya rombongan di Badanda Negara bertemulah dengan Brahmana Keling lalu rombongan menghaturkan sembah sujud mohon ampun sekaligus menceritakan tentang maksud kedatangannya menghadap Sang Brahmana. Sesuai dengan perintah Ida Dalem memohon agar Ida Brahmana Keling bersedia datang kehadapan Dalem Waturenggong sesegera mungkin. Begitu mendengar cerita dan permohonan utusan Dalem Waturenggong, Ida Brahmana Keling sudah mengerti dan menanggapi semuanya, selanjutnya mempersilahkan kepada utusan rombongan Dalem segera berangkat duluan, Brahmana Keling akan menyusul.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI
Perjalanan kembali Brahmana Keling ke Puri Gelgel lanjut Basakih tidak ada yang tahu. Beliau sudah ada duluan dengan rombongan penjemputnya di hadapan Dalem Waturenggong di Pura Besakih. Setibanya Brahmana Keling di Pura Besakih barulah beliau disambut selayaknya tamu kebesaran dan diperlakukan dengan sangat sopan hormat dan ramah.

Dalam percakapan beliau berdua yang disaksikan juga oleh Dang Hyang Nirartha, pada dasarnya bahwa apabila Brahmana Keling mampu mengembalikan kekeringan, kegeringan, keamanan dan kenyamanan jagat Bali seperti sedia kala maka Dalem Waturenggong berjanji dan bersedia mengakui memang benar Brahmana Keling saudara Dalem Waturenggong. Mendengar sabda Ida Dalem sedemikian Brahmana Keling dengan senang hati menyanggupinya, seketika itu pula tanpa prasarana, sesajen apapun beliau hening sejenak mengucapkan mantra-mantra dan dengan kekuatan batin yang luar biasa terbuktilah:
Ayam hitam dikatakan putih, benar-benar menjadi putih.
Kelapa yang kekeringan, layu tanpa buah seketika berubah menjadi subur, hijau dan dengan buah yang sangat lebat, begitu juga pisang yang kuning dan layu dikatakan hidup kembali dan berbuah ternyata benar.
Hama tikus, walang sangit, wereng, ulat, dan sebagainya yang menyerang tumbuh-tumbuhan dikatakan lenyap, langsung lenyap seketika.
Bumi kering menjadi subur.
Masyarakat rakyat kegeringan seketika menjadi sehat walafiat.
Apa yang diucapkan Brahmana Keling betul¬betul terbukti sehingga Ida Dalem, Danghyang Nirartha serta hadirin semua yang menyaksikan dengan penuh keheranan dan terpesona, karena dihadapannya terjadi hal-hal aneh yang menakjubkan. Akhinya pada saat itu juga Dalem Waturenggong mengakui bahwa Brahmana Keling adalah saudaranya sendiri.

Pelaksanaan karya di Pura Besakih, sehabis situasi tersebut, dapat dikembalikan seperti sediakala dan bahkan keadaannya lebih baik dari hari-hari sebelumnya, sehingga karya dapat dilanjutkan kembali. Karya di Pura Besakih pada saat itu sesungguhnya tingkat karya Eka Dasa Rudra yang dilaksanakan Purnamaning Sasih Kedasa ± tahun Saka 1437 = 1515 Masehi (abad ke-16). Pada pelaksanaan karya Eka Dasa Rudra tersebut sekaligus dipimpin oleh Dang Hyang Nirartha dan Brahmana Keling. Karena sebelumnya Bali (kerajaan Gelgel) pernah mengalami kegeringan, maka pada saat karya Eka Dasa Rudra juga dirangkaikan dengan karya Nangluk Merana. Jadi, pada saat itu dilaksanakan dua rangkaian karya pokok di Pura Besakih dan lumrah disebut "Karya Nangluk Merana".

Berkat jasa Brahmana Keling yang mampu menciptakan kesejahteraan alam lingkungan yang lebih baik dari tahun ke tahun, hasil alam/bumi yang melimpah ruah sebagai sarana prasarana suksesnya pelaksanaan karya, sehingga karya dapat berjalan dengan aman, nyaman dan sukses / berhasil sidakarya sesuai dengan harapan Ida Dalem Waturenggong. Oleh karenanya Brahmana Keling dianugrahi gelar Dalem. Mulai saat inilah Brahmana Keling mabiseka Dalem Sidakarya. Lanjut dibuatkan upacara pediksan sebagaimana mestinya.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI
Saking gembiranya Ida Dalem karena karya yang dilaksanakan betul-betul berhasil (Sidakarya), selain gelar Dalem yang dianugrahkan, atas nasihat dan anjuran Dang Hyang Nirartha (disamping itu mungkin karena, sabda Hyang Pramawisesa) Dalem Waturenggong di Pura Besakih dihadapan para Menteri / Patih / Para Arya di kiri kanan Dalem Waturenggong duduk Dang Hyang Nirartha dan Dalem Sidakarya, bersabda :
Mulai saat ini dan selanjutnya bagi setiap umat Hindu di seluruh jagat yang melaksanakan karya wajib (wenang) nunas tirta Penyida Karya yang bertempat di Pesraman Dalem Sidakarya, supaya karya menjadi Sidakarya (Pemuput karya), yang terletak di pesisir selatan Jagat Badung smile emoticon di Desa Sidakarya sekarang).
Pada setiap upakara wajib disebarkan sarana serba sidakarya seperti : Sayut Sidakarya untuk dibanten (sesajen) dan jejaitan, Tipat Sidakarya untuk boga (makanan / kesejahteraan), Topeng Sidakarya untuk wali (keselarasan).Tujuannya supaya semua penunjang pelaksanaan karya serba sidakarya = berhasil.
Demi sempurnanya pelaksanaan karya wajib mementaskan Wali Topeng Sidakarya. (Tirta Sidakarya sebaiknya diiringi Topeng Sidakarya dari Sidakarya).
Wajib nunas Catur Bija dan Panca Taru Sidakarya. Itulah lebih kurang isi sabda Dalem Waturenggong pada saat itu yang sampai sekarang ini dan seterusnya wajib dipatuhi oleh umat Hindu sejagat.
Catatan
Catur Bija maksudnya adalah :
Beras : sebagai jatu pada makanan / boga (bagi kesejahteraan para pelaksana karya).
Ketan : sebagai jatu pada membuat jaja (jajan) uli barak-uli putih (begina dan lain-lain).
Beras merah : sebagai jatu untuk membuat bubur bebanten untuk serba tumbuh2an.
Injin: sebagai jatu pembuatan tetandingan sarwa banten untuk caru dan lain-lain.
Kesemuanya itu secara umum (Catur Bija) digunakan untuk penginih-nginih karya dan pengingsahan karya, sebagai ajengan catur dalam kegiatan yadnya. Jatu ini sebelum dipergunakan ditaruh di penetegan beras.

- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI
Panca Taru bukan dimaksud kayu istimewa melainkan seperti : Cempaka dan Sandat, kedua kayu ini merupakan simbolis jatu untuk wewangunan suci akan tetapi serpihannya (tampalan) Bering dipergunakan sebagai jatu api pasepan.
Naga sari untuk jatu sebagai pelengkap tetandingan bebanten.
Dadap untuk penuntun tirta, berisi benang tukel, andel-andel uang kepeng.
Kelapa (kloping, danyuh, paang, daun kelapa muda/busung) sebagai jatu alat untuk masak - memasak di dapur (pewaregan), pengesengan sekah dan pengesengan penimpugan.
Janur / Busung untuk jatu sarwa jejaitan.

Beberapa kayu sekarang ini sangat langka tetapi apapun yang dapat diterima dari pura itulah dia sebagai jatu panca taru dari Sidakarya.




Recommended Download
Download Emulator PS2 For PC

Senin, 20 Agustus 2018

SEJARAH KABUPATEN GIANYAR BALI,INDONESIA

Hasil gambar untuk SEJARAH KABUPATEN GIANYAR BALI,INDONESIA

Gianyar yang kurang beruntung karena terjepit oleh lawan-lawannya yang juga menjadi tetangga. Kondisi ini kemudian melahirkan pilihan pragmatis penguasa Gianyar masa itu yakni menyerahkan kerajaan di bawah kekuasaan dan perlindungan Belanda agar kerajaan tidak hancur dan jatuh ke tangan musuh bertetangga.
Namun, ada dua jejak berbeda dalam sejarah Gianyar yang menarik untuk disimak selain jejak-jejak kelamnya.
Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll
- Cari Penghasilan Tambahan Dari Blog..KLIK DISINI

Jejak pertama yakni di pertengahan abad XIX. Raja Dewa Manggis VII yang memerintah kerajaan Gianyar mengangkat seorang patih agung yang ulung dari kaum Sudra yakni dua bersaudara, I Made Pasek dan I Ketut Pasek. Seperti ditulis Ida Anak Agung Gde Agung dalam buku Bali Abad XIX (1989) patih ini di mata raja dan masyarakat kerajaan Gianyar saat itu dianggap sebagai seorang yang cakap dalam soal pemerintahan dan diplomasi. Kepiawaian politik I Made Pasek disebut-sebut telah mengantarkan kerajaan Gianyar disegani sebagai kerajaan yang berwibawa di Bali. Hanya memang, karena tidak dari golongan bangsawan, kedua orang ini tidak diangkat sebagai patih agung secara resmi.
Tatkala mengawini seorang wanita dari Desa Sukawati yang kemudian diberi nama Jero Nyeri, Dewa Manggis VII mengangkat I Ketut Sare atau I Ketut Sukawati sebagai patih agung. Sejak saat itu, peran I Made Pasek tergantikan. Menurut Ida Anak Agung Gde Agung, sejak I Ketut Sare diangkat menjadi patih agung, kerajaan Gianyar mengalami masa suram. Pasalnya, I Ketut Sare dianggap tidak mempunyai pengalaman dalam soal pemerintahan, tidak pernah mengeyam pendidikan untuk menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan serta dalam masa yang begitu genting akibat pertikaian politik Gianyar dengan Klungkung dan Bangli.
Jejak kedua, pada dua dekade permulaan abad ke-20. Ketika itu, Belanda mewajibkan orang Bali berkasta rendah untuk menjalani kerja kasar tanpa upah setiap tiap tahun. Kewajiban kerja rodi, menurut sumber-sumber Belanda, tidak dikenakan kepada kelompok Triwangsa.
Mendapat beban berat seperti itu, bukan berarti rakyat jelata Bali dari golongan Sudra tidak melawan. Sumber-sumber Belanda menyebut terjadinya demonstrasi sekelompok warga Sukawati, Gianyar pada tahun 1917. Ketika diganjar hukuman enam hari kerja keras karena tak mau menjalani heerendienst, 136 lelaki dari Sukawati diiringi ratusan pendukung berarak-arakan ke kota Gianyar memrotes keputusan itu. Malah, demonstrasi ini berakhir rusuh. Tercatat lima orang demonstran terbunuh, 11 orang luka berat dan 26 orang ditangkap. Belanda terpaksa turun tangan. Residen Belanda di Gianyar kemudian mengumumkan hukuman kerja keras itu sudah dijalankan tanpa embel-embel apa pun lagi.


- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI

Kedua jejak ini terasa paradoks, memang. Pada jejak pertama kita melihat adanya penghargaan kepada kelompok masyarakat dari kelas bawah untuk turut berada dalam akses kekuasaan. Sementara jejak kedua menggambarkan perjuangan kelas bawah yang ingin disetarakan, tak ada diskriminasi.
Namun, catatan penting yang bisa diberikan pada kedua jejak ini yakni pada adanya semangat pembaruan. Jejak pertama menunjukkan adanya kesadaran penguasa untuk menghargai kompetensi pribadi-pribadi terpilih dari rakyatnya yang pada masa itu dipandang tidak lazim bahkan tidak tepat untuk menduduki suatu posisi terhormat dalam elite kekuasaan. Pada jejak kedua kita melihat semangat pembaruan dari rakyat Gianyar yang rindu melihat perlakuan yang setara dan sejajar.
Inilah barangkali sumbangan kecil dari sejarah Gianyar di antara jejak-jejak masa lalunya yang kelam.





Recommended Download
Download Emulator PS2 For PC

Minggu, 19 Agustus 2018

SEJARAH KABUPATEN TABANAN BALI,INDONESIA.

Hasil gambar untuk SEJARAH KABUPATEN TABANAN BALI,INDONESIA.

Sagung Ayu Wah, Simbol Kepahlawan Wanita Tabanan

Kesetaraan gender mungkin sudah mulai di kenal sejak lahirnya pahlawan Wanita Raden Ajeng Kartini di Jepara, Jawa Tengah. Bahkan sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kartini setiap 21 April secara nasional. Namun demikian di Tabanan juga memiliki seorang pahlawan wanita pemberani. Keberaniannya menjadi symbol perjuangan perempuan untuk disejajarkan dengan kaum laki-laki. Karena keberaniannya memimpin pasukan melawan pejajah Belanda menjadi inspirasi bagi perjuangan dan pembangunan perempuan di Tabanan. Dialah Sagung Ayu Wah atau lebih dikenal dengan Sagung Wah. Siapa dan bagaimana kiprahnya pahlawan Sagung Wah?


Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll
- Cari Penghasilan Tambahan Dari Blog..KLIK DISINI

Awalnya tidak banyak yang tahu siapa Sagung Wah. Keberadaan Patung megah seorang perempuan memegang sebilah keris ditandu empat pria kekar di depan gapura Gedung kesenian I Ketut Maria tidak banyak yang bisa dijelaskan. Patung itu sendiri di bangun di tahun 1994. Meski beberapa kali seniman Tabanan menggarap berbagai karya sastra dan karya seni tentang Sagung Wah, Belum banyak yang tahu siapa dia. Sampai akhirnya, Pemkab Tabanan mencoba mencari sejarah keberadaan kota Tabanan. Nama Sagung Wah begitu mencuat. Apalagi dikaitkan dengan keberanaiannya menentang penjajah Belanda meski masih berusia remaja.
Sagung Wah menjadi sejarah besar bagi keberadan Tabanan yang dikenal sebagai Kota Singasana. Sagung Wah merupakan adik perempuan dari Raja Tabanan I Gusti Rai perang yang gugur saaat melakukan perang puputan melawan penjajah Belanda di Puri Denpasar tahun 1906. Kekalahan Raja Badung saat itu membuat pejajah Belanda leluasa untuk menguasai Bali termasuk Tabanan. Bahkan kerajaan Tabanan yang dipimpin keturunan sira Arya Kenceng juga ditaklukan Belanda. Kemegahan Puri Agung Tabanan dihancurkan penjajah Belanda. Seluruh keluarga Puri Agung Tabanan diasingkan ke Lombok. Apa perjuangan Tabanan lantas berhenti ? Ternyata tidak!
Keberadaan Sagung Wah yang seorang perempuan dan masih remaja luput dari perhatian Belanda. Setelah Puri Agung Tabanan di taklukan, Sagung Wah menemui rakyatnya di kaki Gunung Batukaru, tepatnya di wilayah Wangaya Gede, Penebel yang saat itu dipimpin seorang Kubayan. Berdasarkan cerita dari Lontar Balikan Wangaya, Sagung Wah mencoba memompa semangat rakyat dan mengumpulkan para pemuda dan pria di wilayah tersebut untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Tepatnya 5 Desember 1906 Sagung Wah memimpin pasukannya menuju Kota Tabanan hendak menyeranag penjajah Belanda. Dengan menaiki Tandu dengan gagah berani Sagung Wah memimpin pasukannya menuju Tabanan. Dia memegang sebilah keris senjata sakti pura Luhur Batukaru yang kemudian dikenal dengan Ki Baru Gajah. Namun sampai di Desa Wanasari, Sagung Wah mendapatkan informasi, kalau Belanda sudah siaga dengan persenjataan lengkap. Namun hal tersebut tidak lantas menyurutkan keberanian Sagung Wah. Sagung Wah bertekad melawan Belanda.


- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI
Ketika tiba di Tukailang , sebuah desa di utara Kota Tabanan, Pasukan Sagung Wah bertemu dengan pasukan Belanda. Dengan keris yang dibawa, seluruh senjata Belanda baik bedil maupun meriam tidak mau menyala dan menembakan pelurunya. Banyak serdadu Belanda tewas. Namun mereka kemudian mendapatkan senjata sakti dari Puri Tabanan Ki Tulup Empet mampu mengimbangi kesaktian keris Ki Baru Gajah. Bedil dan meriam belanda kembali menyalak dan memuntahkan peluru. Akibatnya psaukan Sagung Wah Banyak yang gugur dan Sagung Wah memutuskan kembali ke Wangaya Gede saat hari mulai gelap.
Selang beberapa saat Sagung Wah memutuskan pindah ke Puri Anyar Kerambitan. Pasalnya Wangaya sudah dicurigai Belanda dan keberadaan Sagung Wah sudah diketahui. Setelah dua hari di Puri Anyar Kerambitan, ada utusan dari Tabanan supaya Sagung Wah kembali ke Puri Tabanan untuk memimpin kerajaan sebagai ratu. Tetapi ternyata hal tersebut hanyalah merupakan tipu muslihat Belanda. Sagung Wah tidak menyadari hal tersebut.
Sagung Wah-pun mau datang ke Puri Tabanan. Sesaat sampai di Dauh Pala, tepatnya di depan Pura pesimpangan Manik Selaka, ketika sedang ditandu untuk menuju Puri Tabanan, Sagung Wah ditangkap Belanda. Dia kemudian diasingkan ke Lombok menyusul keluarganya yang telah diasingkan terlebih dahulu. Hingga diasingkan ke Lombok, cerita tentang Sagung Wah kemudian hilang bagai di telan bumi,karena tidak ada catatan mengenai keberadaan beliau.
Kepahlawanan Sagung Wah inilah menjadi simbol keberanian masyarakat Tabanan dan menjadi bagian sejarah berdirinya Kota Tabanan. Dari berbagai sumber
Kepahlawanan Sagung Wah Diabadikan Lewat Patung





Recommended Download

Sabtu, 18 Agustus 2018

SEJARAH PURA TANAH LOT


Hasil gambar untuk SEJARAH PURA TANAH LOT Foto pura tahun :1958 ~ 2015


Pada masa kerajaan majapahit ada seorang bhagawan yang bernama "DANG HYANG DWIJENDRA" atau "DANG HYANG NIRARTA"
Beliau dikenal sebagai tokoh penyebar ajaran agama hindu dengan nama "dharma yatra" di pulau lombok beliau di kenal dengan nama"TUAN SEMERU"atau guru dari semeru( sebuah nama gunung di jawa timur)

Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll
- Cari Penghasilan Tambahan Dari Blog..KLIK DISINI

Pada waktu beliau datang ke bali untuk menjalankan misinya,yang pada saat itu bali di kuasai oleh "DALEM WATURENGGONG" yang menyambut beliau dengan sangat hormat,lalu mulai lah beliau menyebarkan ajaran agama hindu di pulau dewata.suatu ketika pada saat belia menjalankan tugas nya tiba2 saja beliau melihat sinar suci dari arah tenggara sampai beliau mencari sumbernya yang ternyata itu adalah sumber mata air,tidak jauh dari tempat itu beliau menemukan tempat yang sangat indah yang di sebut
"GILI BEO"(gili artinya batu karang dan beo artinya burung,tempat itu adalah sebuah batu karang yang berbentuk burung)

Ditempat inilah beliau melakukan tapa semadi dan mohon petunjuk kepada dewa penguasa laut.lokasi batu karang ini termasuk wilayah desa beraban dimana di desa itu di kuasai oleh pemimpin suci yang di sebut "BENDESA BERABAN SAKTI"dulu masyarakat beraban menganut kepercayaan monotheisme(percaya pada 1 pemimpin sebagai utusan tuhan)dalam waktu yang singkat banyak masyarakat yg mengikuti ajaran "DANG HYANG NIRARTA" yang kemudian membuat "BENDESA BERABAN SAKTI" murka dan mengajak pengikut setianya untuk mengusir "DANG HYANG NIRARTA" dari desa beraban.

Dengan kekuatan sepiritual yang dimiliki oleh "DANG HYANG NIRARTA" beliau melindungi dirinya dari serangan "BENDESA BERABAN SAKTI"dengan memindahkan batu karang besar itu di tempat beliau meditasi (gili beo) ke tengah laut dan menciptakan banyak ular dengan selendangnya di sekitar batu karang sebagai pelindung dan penjaga tempat tersebut. Hingga beliau memberi nama tempat itu "TANAH LOT" yang berarti tanah di tengah laut.


- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI

Akhirnya "BENDESA BERABAN SAKTI"
Mengakui kesaktian dan kekuatan "DANG HYANG NIRARTA" hingga "BENDESA BERABAN SAKTI"menjadi murid dan pengikut setia "DANG HYANG NIRARTA"dan ikut menyebarkan ajaran agama hindu ke penduduk,sebagai ucapan terimakasi sebelum melanjutkan perjalanan beliau memberikan sebuah keris kepada "BENDESA BERABAN SAKTI" yang di kenal dengan nama "KERIS JARAMENARA atau KERIS KI BARU GAJAH"dan saat ini keris itu di simpan di puri kediri tabanan.keris ini sangat di keramatkan dan di upacarai setiap hari raya kuningan dan upacaranya di adakan di pura tanah lot setiap 210 hari sekali yakni pada "BUDA WAGE LENGKIR"
Sesuai dengan penanggalan kalender bali.





Recommended Download
Download Emulator PS2 For PC

Jumat, 17 Agustus 2018

SEJARAH KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI INDONESIA

Hasil gambar untuk I GUSTI KETUT JELANTIK,

PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA.
PATIH RAJA BULELENG :
I GUSTI KETUT JELANTIK,

Berawal dari hak hukum tawan yang menyatakan bahwa kapal dari pemerintahan manapun terdampar di wilayah perairan bali.maka menjadi milik kerajaan bali.saat itu pemerintah belanda menolak dengan adanya hak tawan yang sudah tentu merugikan pihak belanda,kapal dagang belanda terdampar di daerah perancak yang merupakan wilayah kerajaan buleleng disita yang membuat pemerintah belanda marah,tak setuju dengan adanya peraturan hak tawan yang mengakibatkan kapalnya terkena tawan karang,pemerintah belanda menuntut untuk menghapus hukum tersebut dan menyarankan agar kerajaan buleleng mengakui kedaulatan pemerintah hindia belanda.

Visit Our Sponsor
- Jual Hotwheels Langka Murah
- Chocolate Gift & Cake Ulang Tahun Bali
- Jasa Desain Grafis Murah
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Menjual Kaos, Jaket & aksesoris anime, game band dll
- Cari Penghasilan Tambahan Dari Blog..KLIK DISINI

Tuntutan yang bagi patih kerajaan buleleng, I GUSTI KETUT JELANTIK meremehkan tersebut akhirnya di sikapi dengan emosi.beliau bahkan bersumpah
"SELAMA HIDUP,SAYA TIDAK AKAN PERNAH TUNDUK AKAN KEKUASAAN BELANDA DEMI APAPUN ALASANNYA" beliau lebih memilih perang di bandingkan tunduk kepada musuh atau mengakui ke kuasaan belanda.

Begitulah sikap "KESATRIA"dari seorang patih I GUSTI KETUT JELANTIK dalam menghadapi belanda sekali lagi sang patih ber ucap dengan nada kesatrianya "SEMUA PERSOALAN TIDAK BISA DI SELESAIKAN DENGAN SECARIK KERTAS TAPI HARUS DI SELESAIKAN SECARA KESATRIA MELALUI UJUNG KERIS" dengan pernyataan itu membuat pemerintah belanda untuk angkat senjata menyatakan perang terhadap kerajaan buleleng pada tahun 1848 yang menghasilkan kekalahan bagi pihak kerajaan buleleng.akhirnya dalam situasi terdesak sang patih melarikan diri ke daerah JAGARAGA.


- Jual Cake Ulang Tahun Bali
- JUAL ES KRIM PESTA MURAH DI BALI

Kurang puas hanya merebut istana buleleng,belanda mengejar patih raja itu ke daerah jagaraga.Disana ayah dari tiga anak ini bersembunyi di benteng-benteng pertahanan yang di buat bersama dengan prajurit yang tersisa.siasat perang yang menyatakan benteng mempunyai bentuk bangunan yang sulit di jangkau oleh meriam,patih memilih untuk bertahan dan menyusun strategi perang,benar saja keteguhan sikap kerajaan buleleng yang menolak penghapusan hak hukum tawan nyatanya menghantarkan buleleng pada peperangan yang cukup sengit.perang yang meletus pada 8 juni 1848 itu tak hanya melibatkan pihak belanda saja tapi juga kerajaan-kerajaan yang berhasil di perdaya belanda, membantu kerajaan buleleng yang berhasil memukul mundur belanda pada perang jagaraga pertama. Setahun kemudian pada 1849 belanda kembali datang untuk balas dendam dengan strategi yang pernah dinpelajari maka pada 16 april 1849 akhirnya BULELENG jatuh ketangan belanda.

Kalah dalam perang patih jelantik melarikan diri ke pegunungan batur kintamani.disana beliau bertahan di perbukitan bale pundak sampai akhinya "GUGUR" dalam perjuang ketika belanda mengetahui gerak-geriknya serta mengepungnya di sana,berkat kegigihan beliau dalam mempertahan kan "KERAJAAN BULELENG"hingga titik darah penghabisan beliau berhak mendapatkan gelar "PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA" menurut SK tahun 1993,penghargaan tersebut sepadan dengan pengorbanan beliau.





Recommended Download
Download Emulator PS2 For PC