Kamis, 09 April 2020

HAL YANG WAJIB DIKETAHUI DALAM MENJAGA KESUCIAN PURA

kesucian pura

Pura merupakan tempat suci yang secara umum dipergunakan untuk memuja Tuhan bagi umatHindu. Tentu sebuah tempat yang suci apabila tidak dijaga bersama akan menjadi leteh( tidak suci) jika melanggar ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilakukan di Pura.
Dalam Lontar Bomantaka dan Lontar Sanghyang Aji Swamandala, diatur tentang tata-letak Pura, di mana area Pura dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Utama mandala adalah bagian yang paling sakral karena di sinilah letak bangunan-bangunan utama seperti Padmasana, Meru, Pangrurah, Gedong, dan lain-lain.
Madya Mandala adalah tempat menyiapkan sesajen dan menenangkan pikiran sebelum masuk ke utama mandala.
Sedangkan Nista mandala adalah halaman bebas, dapur umum, kamar mandi/ wc, tempat parkir kendaraan, tempat istirahat, dan lain-lain. Jadi seluruh area yang terbagi tiga itu merupakan satu kesatuan bulat

- JUAL BANTEN MURAH hub.08980563916 atau KLIK DISINI

Larangan di Pura

Dikutip dari Bhagawan Dwija, mengatakan bahwa hal-hal yang keluar dari tubuh manusia bisa membuat Pura Leteh atau Tidak Suci, misalnya ludah, kencing, ingus, darah, keringat dan air susu. Hal yang sering terlihat di area pura adalah meludah dan ibu-ibu menyusui. Jika melihat itu terjadi mohon ditegur agar Pura menjadi Leteh. Hal-hal yang telah disebutkan tadi hanya boleh dilakukan di Nista Mandala. Itulah manfaat mengapa adanya pembagian area pura.
PDHI pun telah mengatur dalam Keputusan Seminar ke-IV tentang Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu tanggal 17 s/d 20 April 1978. Yang mana mengaskan bahwa larangan masuk ke Pura bagi orang-orang seperti berikut:
  1. Dalam keadaan datang bulan (wanita), baru melahirkan atau aborsi yang belum selesai masa cuntaka/ sebel – nya.
  2. Berhalangan kematian atau cuntaka karena sebab lain
  3. Tidak mentaati ketentuan masuk Pura
  4. Menderita cacat fisik yang permanen.
  5. Berpakaian tidak sopan atau menonjolkan bentuk tubuh/ aurat.
  6. Bercumbu, berkelahi, bertengkar, berkata kasar/ memaki, bergosip, menyusui bayi, meludah, buang air, mencorat-coret pelinggih-pelinggih, dan lain-lain.
  7. Yang tidak mempunyai kepentingan bersembahyang atau yang berkaitan dengan acara/ upacara di Pura.
PHDI dalam Keputusan Nomor: 11/Kep/I/PHDIP/1994 tanggal 25 Januari 1994 mengeluarkan Bhisama tentang kesucian Pura, di mana ditetapkan bahwa kawasan suci meliputi: gunung, danau, campuhan (pertemuan sungai-sungai), pantai, laut.
Selain itu kawasan suci meliputi pula lingkungan lokasi Pura yang ditetapkan dengan jarak dalam istilah sebagai berikut:  apenimpug, apeneleng, apengambuhan, dan apenyengker.
Apenimpug adalah jarak yang diperoleh dengan melemparkan batu sebesar genggaman tangan orang dewasa (sekitar 50 meter). Apeneleng adalah jarak batas kemampuan mata memandang. Apengambuhan adalah jarak terciumnya bau yang tidak sedap akibat berbagai aktivitas manusia. Apenyengker adalah batas tembok Pura.
Sebagai umat Hindu, tentulah kita wajib menjaga kesucian Pura. Semoga semeton dapat selalu mengingat dan benar-benar memahi akan larangan-larangan tersebut. Suksma…
sumber:sitidharma.org
Visit Our Sponsor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar