Sabtu, 29 Februari 2020

MENAPAK TILAS SEJARAH HARI RAYA GALUNGAN

Menapak Tilas Sejarah Hari Raya Galungan

Kata Galungan berasal dari bahasa Jawa kuno, yang berarti menang  atau beruntung. Galungan sama artinya dengan dungulan yang berarti menang. Di Jawa, wuku kesebelas disebut dengan wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku kesebelas disebut dengan wuku Dungulan. Namanya berbeda namun artinya sama.

Sejarah Galungan

Hingga dewasa ini sebenarnya masih cukup sulit memastikan kapankah pertama kali merayakan Galungan karena ada beberapa sumber yang mengatakan tahun yang berbeda. Galungan adalah hari kemenangan Dharma melawan Adharma atau hari kemenangan Dewa Indra melawan raksasa Mayadanawa. Menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Lontar tersebut berbunyi:
Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya
Artinya: Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau Bali bagaikan Indra Loka.
Pada tahun 1103 Çaka Galungan pernah berhenti dirayakan. Entah apa alasannya pada saat itu. Hal tersebut terjadi ketika raja Sri Eka Jaya memegang tampuk pemerintahan. Hingga masa pemerintahan dipegang oleh raja Sri Dhanadi, Galungan masih belum dirayakan. Konon pada saat itu banyak musibah yang datang tak henti-hentinya dan umur para pejabat kerajaan menjadi pendek.
Saat Raja Sri Jaya Kasunu bertahta, Galungan kembali dirayakan sejak tahun 1126 Çaka. Artinya selama 23 tahun Galungan pernah tidak dirayakan di Bali. Konon ada yang mengatakan bahwa Raja Sri Aji Jaya Kasunu pernah melakukan beryoga semadhi di pura Dalem Besakih dan akhirnya mendapat pawisik dari Bhatari Durga. Dalampawisik tersebut, Bhatari Durga meminta Raja Sri Jaya Kasunu agar merayakan kembali haru raya Galungan setiap hari Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah berlaku sebelumnya. Selain itu disarankan juga agar seluruh umat hindu memasang penjor pada hari penampahan Galungan atau tepatnya satu hari sebelum Hari raya Galungan.

Makna Galungan

Galungan pada hakikatnya untuk mensinergikan kekuatan suci yang ada dalam diri setiap manusia untuk membangun jiwa yang terang untuk menghapuskan kekuatan gelap (adharma) dalam diri. Kita harus ingat akan adanya Sang Kala Tiga yang akan menggoda manusia ketika mendekati Galungan.
Sang Kala Tiga yang terdiri dari Bhuta Galungan, Bhuta Dungulan dan Bhuta Amangkurat yang mengganggu manusia pada saat yang berbeda-beda. Dorongan hawa nafsu, dorongan ingin berjudi, dorongan  mudah untuk emosi  dan ada pula yang minum-minum hingga mabuk dengan alasannya merayakan Galungan. Semua hal negatif itu tidak lain merupakan godaan dari Sang Kala Tiga. Dorongan-dorongan itulah yang sebagai adharma sehingga kita harus mampu untuk memeranginya. Sehingga kita lebih mampu memahami pertarungan Dharma mengalahkan Adharma bukanlah hanya saat Dewa Indra mengalahkan Raksasa Mayadanawa. Tapi juga pertarungan dalam diri kita, bagaimana kita memerangi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dari dalam diri dan lingkungan.

Visit Our Sponsor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar