Selasa, 31 Desember 2019

Cara Memperoleh Anak Laki-Laki Menurut Hindu-Bali

Mempunyai keturunan adalah hal yang selalu diinginkan oleh setiap pasangan suami istri. Khususnya anak laki-laki jika dalam tradisi bali merupakan anak yang akan menjadi penerus utama keluarga nanti. Berikut ini adalah pembahasan tentang mendapatkan anak laki-laki menurut tradisi HinduBali.
kewajiban istri
Bayi dalam kandungan bisa terwujud berkat pertemuan antara kama petak dan kama bang yang juga disebut cukla swanita yang keluar dari purusa (laki-laki) dan pradana (wanita). Kama petak adalah unsure laki-laki yang juga disebut cukla yang disimbolkan dengan Sang Hyang Semara. Sedangkan kama bang adalah unsure perempuan yang juga disebut swanita, yang disimbolkan dengan Dewi Ratih. Kama petak dan kama bang yang disebut cukla swanita itu, lalu disimbolkan dengan Sang Hyang Semara Ratih.
Menurut salinan lontar Smara Kriddha Laksana bahwa suami istri yang melakukan senggama, terlebih dahulu hendaknya mengucapkan mantra
    “Om krong karetaya sampurana Dewa Manggala ya namah”
selanjutnya dalam persenggamaan agar suami istri memperoleh keturunan atau anak bijaksana, maka mengucapkan mantra:
   “Om rang Rudra ya namah, idep sire sadkrosa”.
Kalau menginginkan anak yang selalu berhasil dalam hidupnya nanti, mantra yang diucapkan:
“Om jrung mrtyuncaya ya namah”.
Selain itu suami istri melakukan pantangan yaitu dilarang membunuh makhluk hidup dan hati selalu cinta damai. Kalau ingin memiliki putra pintar, mantra yang diucapkan:
  Om crikomadewa ya namah,” bratanya ialah suami istri melakukan hubungan itu hendaknya saling asih.
Dari lontar tersebut juga disebutkan kiat memperoleh anak laki-laki, ada beberapa macam ketentuan adalah sebagai berikut:
  1. suami menulis beberapa huruf pada ibu jari tangan kanan dan ibu jari kaki kanan yang bunyinya: “Apurusa bhawati”. Kemudian melakukan persenggamaan pada siang hari dan konsentrasikan pikiran ke Sang Hyang Kamajaya
  2. Memakai sarana antara lain: embotan pandan “asti” (bagian pangkal dan muda serta warnanya putih yang didapat dengan jalan menarik daunnya pada bagian atas dari pohon pandan asti tersebut) dipakai rujak yang dilengkapi pula dengan arak, terasi merah. Rujak itu ditempatkan pada mangkuk sutra dan disertai mantra: “Om cupu-cupu mirah dewaning buwel, tengan maisi putra, petu maha pekik. Om sidhi mantramku.” Setelah itu rujak tadi dimakan bersama-sama dan selanjutnya berpuasa selama sehari.
  3. Pada ibu jari tangan kanan si istri, hendaknya diberi suatu tulisan, seperti inilah rajahnya:
Selain tersebut diatas, waktu sangat menentukan untuk dilihat dalam persenggamaan. Adapun hari-hari yang tidak diperbolehkan melakukan senggama adalah
  • Hari- hari suci
  • Hari purnama maupun tilem
  • Tanggal ke-14 (prawani), yang dimaksud adalah sehari sebelum purnama/tilem
  • Pada hari menstruasi untuk masa empat hari
  • Weton suami atau istri
Menurut ahli agama, Gde Pudja, M.A, dalam artikelnya, persenggamaan dengan tujuan memperoleh anak suputra, sangat baik dilakukan pada hari ke-14 dan 16 terhitung dari hari pertama menstruasi karena akan dilahirkan anak laki yang teguh imannya, mulia, hormat pada orang tua, bijaksana, pandai, jujur, suci dan menjadi pelindung manusia pada umumnya.
Kalau dibandingkan secara ilmiah hari ke-14 dan ke-16 sangat cocok karena pada waktu itu adalah masa subur.
Menurut informasi lainnya disebutkan bahwa adapun cara lain untuk memperoleh anak laki-laki adalah dengan berdoa/sembahyang meminta anugrah kehadapan Ida Bethara Hyang Guru yang berstana di kemulan Rong Tiga di Merajan masing-masing.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat, mohon dikoreksi bersama. Sukma…
(sumber : lontaradhygita.wordpress.com)

Senin, 30 Desember 2019

Penting & Sucinya Peranan Wanita Menurut Hindu

Wanita berasal dari Bahasa Sanskrit, yaitu Svanittha, di mana kata Sva artinya “sendiri” dan Nittha artinya “suci”. Jadi Svanittha artinya “mensucikan sendiri” kemudian berkembang menjadi pengertian tentang manusia yang berperan luas dalam Dharma atau “pengamal Dharma”.
peran wanita hindu
Dalam Pandangan Agama Hindu, wanita mempunyai peranan yang penting. Yaitu sebagai “sarana” terwujudnya Punarbhava atau reinkarnasi. Dari sini juga berkembang istilah Sukla Svanittha yang artinya “bibit” atau janin yang dikandung oleh manusia.
Sejak mengalami menstruasi pertama, seorang wanita sudah dianggap dewasa, dan juga merupakan ciri/ tanda bahwa ia mempunyai kemampuan untuk hamil. Oleh karena itu peradaban lembah sungai Indus di India sejak beribu tahun lampau senantiasa menghormati dan memperlakukan wanita secara hati-hati terutama ketika ia menstruasi.
Peranan wanita ketika sudah menjadi istri dapat dikatakan sebagai pengamal Dharma, karena hal-hal yang dikerjakan seperti: mengandung, melahirkan, memelihara bayi, dan seterusnya mengajar dan mendidik anak-anak, mempersiapkan upacara-upacara Hindu di lingkungan rumah tangga, menyayangi suami, merawat mertua, dll.
Peranan suami dapat dikatakan sebagai pengamal Shakti, karena dengan kemampuan pikiran dan jasmani ia bekerja mencari nafkah untuk kehidupan rumah tangganya.
Kombinasi antara Dharma dan Shakti ini menumbuh kembangkan dinamika kehidupan. Oleh karena itu pula istri disebut sebagai “Pradana” yang artinya pemelihara, dan suami disebut sebagai “Purusha”artinya penerus keturunan.
Wanita yang sudah menjadi seorang istri harus dijaga dengan baik, sebagaimana disebut dalam Manava Dharmasastra yaitu sebagai berikut :
TU KALABHIGAMISYAT, SWADHARANIRATAH SADA, PARVAVARJAM VRAJEKSAINAM, TAD VRATO RATI KAMYAYA (Manava Dharmasastra III.45)
Artinya : Hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan merasa selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan badan pada hari-hari yang baik.
PITRBHIR BHATRBHIS, CAITAH PATIBHIR DEVARAISTATHA, PUJYA BHUSAYITA VYASCA, BAHU KALYANMIPSUBHIH (Manava Dharmasastra III.55)
Artinya : istri harus dihormati dan disayangi oleh mertua, ipar, saudara, suami dan anak-anak bila mereka menghendaki kesejahteraan dirinya.
YATRA NARYASTU PUJYANTE, RAMANTE TATRA DEVATAH, YATRAITASTU NA PUJYANTE, SARVASTATRAPHALAH KRIYAH (Manava Dharmasastra III.56)
Artinya: Di mana wanita dihormati, di sanalah pada Dewa-Dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.
SOCANTI JAMAYO YATRA, VINASYATYACU TATKULAM, NA SOCANTI TU YATRAITA, VARDHATE TADDHI SARVADA (Manava Dharmasastra III.57)
Artinya : Di mana wanita hidup dalam kesedihan, keluarga itu akan cepat hancur, tetapi di mana wanita tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.
JAMAYO YANI GEHANI, CAPANTYA PATRI PUJITAH, TANI KRTYAHATANEVA, VINASYANTI SAMANTARAH (Manava Dharmasastra III.58)
Artinya : Rumah di mana wanitanya tidak dihormati sewajarnya, mengucapkan kata-kata kutukan, keluarga itu akan hancur seluruhnya seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.
Mengingat demikian penting dan sucinya peran wanita dalam rumah tangga, maka para orang tua memberikan perhatian khusus di bidang pendidikan dan pengajaran kepada anak wanita sejak kecil. Tradisi turun temurun pada lingkungan keluarga Hindu misalnya seorang anak wanita harus lebih rajin dari anak lelaki.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat, mohon dikoreksi bersama. Sukma …
(Sumber :stitidharma.org)

Minggu, 29 Desember 2019

Akibat Pindah Agama Menurut Pandangan Hindu

Pindah agama pada umumnya disebabkan karena mengikuti keyakinan dari pasangannya. Karena di Indonesia untuk menikah tidak bisa dengan agama yang berbeda.  Dan tentu masih ada hal-hal lain yang menyebabkan seseorang pindah agama.
pindah Agama Hindu
Berikut adalah sudut pandang dari Agama Hindu jika umatnya pindah agama, yaitu :
1. Setelah Ajal Tiba Atamannya Tidak akan pernah mencapai alam kebahagiaan, kesempurnaan, dan tujuan tertinggi yaitu moksa. Hal ini telah disebutkan dalam Bhagavadgita Xvi.23
Ia yang meninggalkan ajaran-ajaran kitab Suci Veda, ada dibawah pengaruh kama (napsu) tidak akan mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan tujuan tertinggi
2. Setelah Ajal Tiba Atmannya akan tenggelam ke lembah Neraka. Hal ini telah disebukan dalan Manawa Dharma sastra VI.35
Kalau ia telah membayar 3 macam hutangnya (Kepada Brahman, leluhur dan orang tua) hendaknya ia menunjukkan pikiran untuk mencapai kebebasan terakhir. Ia yang mengejar kebebasan terakhir ini tanpa menyelesaikan tiga macam hutannya akan tenggelam ke bawah.
jika sudah meninggalkan agama Hindu berarti tidak bisa lagi membayar 3 macam hutangnya (tri Rna) , karena tidak mengakui adanya Tri Rna.
3. Setelah Ajal Tiba Atmanya tidak akan ketemu jalan menuju Swargaloka. Hal ini telah disebutkan dalam Bhagavad gita III.35
Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tiada sempurna daripada dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik, lebih baik mati dalam tugas sendiri daripada dalam tugas orang lain.
Kita sebenarnya telah beragama hindu sejak Atman, Roh dan Jiwa diceptakan Brahman, bukan saat kita dilahirkan, karena kita percaya dengan reinkarnasi / samsara punarbhawa. Berarti sejak Brahman menciptakan kita selama itu pulalah kita telah beragama Hindu. Bisa jadi kita atman telah berusia ribuan tahun, berarti karma wasana sudah melekat juga sejak ribuan tahun.
Kalau seseorang beragama Hindu sejak Atman diciptakan Brahman, lalu pindah ke agama lain, maka karma wasana di agama lain tidak ada artinya, karena dikumpulkan dalam waktu singkat kendati pun dilakukan dengan disiplin dan ketat.

Sabtu, 28 Desember 2019

Makna dan Tingkatan Upacara Mawinten

Mewinten atau Pewintenan adalah Upacara Yadnya yang bertujuan untuk pembersihan diri secara lahir dan batin. Kata Mawinten sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki makna “bersinar” dan “kemilau”. Dan bila diuraikan Mawinten memiliki pengertian sifat yang mulia, yang bersinar dan berkilauan yang mengindikasikan bahwa orang yang melaksanakan upacara ini secara lahir dan bathin akan disucikan, berkilauan dan bersinar bagaikan permata yang juga bisa bermanfaat bagi kehidupan banyak orang.
m2
Umat Hindu di Bali meyakini, wajib hukumnya melaksanakan upacara Mawinten ini yang berguna untuk penyucian diri secara lahir batin dan sarat dengan nilai nilai kerohanian yang tinggi dan mendalam. Upacara Mawinten bisa dilaksanakan oleh siapa saja.

Tingkatan Upacara Mawinten

Dalam Mawinten ada 3 tingkatan upacara dan itu tergantung dari keadaan orang yang akan menjalankannya :
  1. Mawinten dengan ayaban pawintenan saraswati sederhana adalah upacara pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati sebagai sakti Brahma yang mencipta ilmu pengetahuan, yang melaksankannya pawintenan ini, yang baru belajar agama, pegawai kantor agama, dll.
  2. Mawinten dengan banten ayaban bebangkit upacara medium adalah pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati dan Bathara Gana yang berfungsi sebagai pelindung manusia, yang melaksankannya pawintenan ini para tukang, sangging, tukang banten, dll.
  3. Mawinten dengan ayaban catur upacara utama adalah pensucian diri dengan memuja para Dewa : Iswara, Brahma, Mahadewa dan Wisnu sebagai manifestasi Ida Sanghyang Widhi Wasa, yang melaksanakannya pawintenan ini para sulinggih : pemangku, dalang, pendeta, dll.
Pada umumnya pelaksanakan upacara Mawinten ini, di lakukan saat menjelang upacara Penyineban atau hari penutupan Piodalan di Pura yang disebut dengan Nyurud Hayu. Nyurud artinya memohon dan Hayu artinya keselamatan. Jadi nyurud hayu adalah memohon keselamatan Kepada Hyang Widhi Wasa, Bhatara-Bhatari dan Leluhur.

Tempat Upacara Mawinten

Tempat penyelenggaraan upacara Mawinten ini umumnya di Pura. Prosesi Mewinten untuk Pemangku, biasanya dilaksanakan ditempat dimana mereka akan mengabdikan diri sebagai Pamangku, misalnya di
Pura Dalem, Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dhang Kahyangan, Sad Kahyangan, Kahyangan Jagat atau di Sanggah atau Merajan.
Adapun pemimpin upacara Mawinten adalah seorang Pendeta (sulinggih). Di beberapa desa di Bali atau di luar Bali yang tidak mempunyai pendeta, upacara Mawinten dapat dilaksanakan dengan cara memohon kehadapan Hyang Widhi Wasa yang diantar oleh pamangku senior, dan Mawinten ini disebut Pawintenan ke Widhi.
Semoga artikel ini dapat bermafaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…
(sumber: paduarsana.com)
Foto: beritajalanan.com

Jumat, 27 Desember 2019

Persiapan Kelahiran Anak Menurut Hindu-Bali

Mempunyai keturunan merupakan keinginan setiap pasangan yang sudah menikah. Karena akan menjadi penerus keluarga nantinya.
Persiapan kelahiran anak
Berikut merupakan hal-hal yang perlu diketahui dan dipersiapkan oleh calon orang tua, untuk persiapan kelahiran anak. Menurut tradisi Agama Hindu di Bali
1. Ketika Anak Baru Lahir
Ucapkan Mantram Gayatri sebanyak mungkin, minimum tiga kali. Kalau bisa sambil membawa Japamala (ganitri). Maha Mantra Gayatri disebut juga sebagai Mantra Savitri atau Mantra Savita, sebagai ibu dari Veda yang memberikan pencerahan kepada kecerdasan dalam menapak kehidupan menuju kesempurnaan. Bisikkan Maha Mantra Gayatri tiga kali masing-masing di telinga kanan (dharma) dan kemudian di telinga kiri (sakti).
2. Waktu Dikasi Ari-Ari
Ketika sudah diberikan ari-ari dari pihak rumah sakit, bidan dll. Bungkus dengan kain putih sukla, sebaiknya sudah disiapkan payuk tanah yang cukup besar, dengan tutupnya, lalu ari-ari itu dimasukkan ke dalam payuk setelah itu di bawa pulang
3. Mencuci Ari-Ari
Setelah sampai di rumah maka oleh ayah si anak ari – ari diletakan di dalam baskom/ember baru yang setelah itu alat tersebut tidak boleh dipakai lagi. Lalu ari – ari tersebut di cuci dengan air. Sang ayah harus membersihkan ari – ari dengan bersih dengan menggunakan kedua tangan, tanpa perasaan jijik dan dilakukan dengan perasaan penuh syukur dan kasih sayang, setelah bersih lalu di bilas dengan air kumkuman (air bunga).
4. Tahapan Dalam Menanam Ari-Ari
Siapkan sebuah kelapa ukuran besar yang masih lengkap dengan kulitnya, lalu dipotong dan dikeluarkan airnya. Pada bagian atas kelapa (bagian tutupnya) ditulis aksara Ah yang melambangkan Akasa dan pada bagian bawahnya ditulis aksara Ang yang melambangkan Pertiwi.
Lalu ari -ari dimasukan kedalam kelapa tersebut, diisi dengan 1 buah kwangen yang berisi 11 kepeng uang bolong yang diletakan di atas ari – ari, 1 potong lontar / ental yang ditulis aksara Ongkara, 1 ikat duri – durian (3macam duri), Rempah – rempah (anget – angetan), wewangian dan boleh juga di isi pesan – pesan lain dari sang ayah dalam hal ini mengacu kepada Desa Kala Patra.
Sesudah lengkap lalu kelapa tersebut dibungkus dengan ijuk lalu dibungkus kain putih dan selanjutnya di tanam. Untuk bayi laki – laki maka ari – ari di tanam di pekarangan dengan posisi di sebelah timur pintu masuk kamar si bayi (misalnya lokasi bayi di bale daja) sedangkan bayi perempuan di tanam di sebelah barat pintu. Masukan ari – ari tersebut ke dalam lubang lalu ucapkan mantram :
“Om Sang Hyang Ibu Pertiwi
rumaga bayu
rumaga amrtha sanjiwani
ang amertham sarwa tumuwuh (nama si bayi)
mangda dirghayusa nutugang tuwuh “
Setelah itu barulah ari – ari di timbun dan diatasnya diletakkan batu bulitan sebagai tanda dan ditanam pandan berduri. Hal ini secara sekala bertujuan menjaga ari – ari agar tidak diganggu hewan dan secara niskala bertujuan untuk menghindari gangguan jahat. Dan sanggah cucuk diisi lilin, usahakan tetap menyala selama 42 hari. Kemudian ditutup dengan kurungan ayam.
5. Banten Untuk Menanam Ari-Ari
Banten yang digunakan yaitu : banyuawang, dapetan, nasi kepel 3, pengulapan, pengambean, daksina. Daksina ditaruh di sanggah cucuk yang ditancapkan di atas tanah menanam ari-ari. Lalu buatkan segehan lima warna yaitu warna hitam di sebelah utara, putih sebelah timur, merah sebelah selatan, kuning sebelah barat dan manca warna di tengah.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…
(sumber: idapedandagunung.com, stitidharma.org)

Kamis, 26 Desember 2019

Sebutan Untuk Mereka yang Non Hindu dalam Ajaran Agama Hindu

Ajaran agama Hindu berpedoman pada Kitab Suci Weda. Yang mana dalam kitab suci Weda ada 3 hal utama yang diajarkan yaitu tentang Pengendalian Diri, Kebaikan dan Cinta Kasih. Pengendalian diri, bagaimana kita dianjurkan untuk bisa menahan hawa nafsu,amarah serta mengekang benci dan dengki yang dapat membelenggu Hati kedalam gelap. Kebaikan dan Cinta kasih, bagaimana kita dianjurkan untuk peduli kepada sesama ciptaan-Nya dan peduli kepada alam / lingkungan. Yang mana ketiga hal tersebut akan memunculkan “Kebahagiaan” bagi yang dapat menjalakannya. Oleh karena itu dalam Agama Hindu terdapat sebuah ajaran yang sebut Tri Hita Karana.
Agama di Indonesia
Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kebahagiaan yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara 3 hal yaitu:
  1. Parhyangan (Manusia dengan Tuhan)
  2. Palemahan (Manusia dengan alam lingkungan)
  3. Pawongan (Manusia dengan sesama)

Sebutan Untuk Non Hindu

Dalam Ajaran Agama Hindu,Tuhan mengelompokan umatnya sesuai profesinya yang disebut Catur Warna.
Catur warna adalah: Brahmana, Kesatria, Wesya, dan Sudra. Pengelompokannya menurut bakat/ kualitas manusia dan kerjanya:
  1. Orang yang berbakat, berkualitas, dan bekerja di bidang ke-Tuhanan disebut Brahmana.
  2. Orang yang berbakat, berkualitas, dan bekerja di bidang pemerintahan disebut Kesatria.
  3. Orang yang berbakat, berkualitas, dan bekerja di bidang perekonomian disebut Wesya.
  4. Orang yang berbakat, berkualitas, dan bekerja di bidang pelayanan disebut Sudra.
Keempat kelompok profesi ini diperlukan dalam tatanan kehidupan manusia, oleh karena itu Ida Sanghyang Widhi Wasa menciptakan manusia-manusia yang berbeda, tidak sama semuanya. Tidaklah dapat dibayangkan bagaimana bentuk kehidupan ini jika semua manusia persis sama: bakat, kualitas, dan kerjanya.
Tuhan tidak pernah mengelompokan umatnya apakan dia orang Baik atau  dia orang Jahat.  Miskin atau pun Kaya. Hal ini sudah tertulis dalam dalam Bhagawad Gita dan Rig Veda  berikut:
Samo ham sarvo bhutesu na me devasyo stina pryah
Ye bhajanti tu man bhaktya mayite tesu ca pyaham”
“ Aku adalah sama bagi semua mahluk, bagi-Ku tidak ada yang terbenci dan terkasihi, namun bagi yang berbhakti dengan penuh dedikasi, mereka ada pada-Ku dan Aku ada pada mereka”
-Bhagawad Gita IX.29
***
Hendaknya hati kita
Dalam kesederajatan dan persatuan
-Rig Veda 10/191/4
Dari seloka di atas, yang dikutip melalui pustaka suci/ kitab Bhagawad Gita dan Rig Veda  adalah gambaran sempurna dari sifat dan prinsip Tuhan ( Brahman ) Hindu. Tuhan ini, Tuhan  yang bukanlah Tuhan yang hanya duduk di singgasana di sebuah lapisan langit dengan cambuk api di satu tangan dan hadiah di tangan yang lainnya, dimana ia akan siap mengayunkan  cambuknya pada siapa yang tidak percaya kepadanya atau sebaliknya menghambur hadiah penuh kenikmatan kepada mereka yang memujanya. Hindu terbebas dari doktrin seperti ini yang dapat mengakibatkan timbulnya suatu kebencian di antara manusia dan bertindak “mengatas namakan Tuhan atau agama”.
Lantas apakah ada sebutan untuk mereka yang Non Hindu?
Tentu saja ada, dalam ajaran Agama Hindu untuk mereka yang Non Hindu disebut “Sahabat“. Hal ini sudah tertulis dalam Pustaka suci Bhagavadgita Sloka XII. 13. menyebutkan:
Advesta sarwa bhutanam, Maitrah karuna eva ca
Nirmano niraham karah, sama dukha-sukhah ksami
Terjemahannya:
Dia yang tidak membenci segala makhluk, bersahabat, dan cinta kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan, sama dalam suka dan duka, serta pemberi maaf.
Di dalam Yajur Veda 26.2, disebutkan:
mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam, mitarsya aham caksusa saruani bhutani samikse, mistrasya caksusa samisamahe
Terjemahannya:
semoga semua makhluk memandang kami dengan pandangan mata seorang sahabat, semoga kami memandang dengan pandangan mata seorang sahabat.
Dalam sloka tersebut dapat diartikan bahwa dalam ajaran Hindu dianjurkan umatnya untuk tidak membenci segala mahluk entah manusia atau hewan. entah dari suku,agama atau ras apapun. Anggaplah sebagai sahabat,terbakan cinta kasih dan jangan biarkan dengki dan benci ada dalam diri. Karena sejatinya Agama ada untuk menebar Cinta Kasih bukan untuk menebar kebencian.

Rabu, 25 Desember 2019

Makna Melukat Saat Banyu Pinaruh Dalam Tradisi Hindu

 Banyu pinaruh merupakan titik awal periode wuku di Bali, sehingga akan sangat baik jika sebelum kita mengawali suatu periode yang baru dan sebelum kita mengisi diri dengan pengetahuan, alangkah baiknya kita membersikan tubuh ini dengan air suci (penglukatan).
Penglukatan dapat dilakukan di beberapa tempat seperti Sumber mata air (klebutan), Campuhan (pertemuan aliran sungai dan laut), Pantai, Merajan. Penglukatan sendiri dapat dipuput oleh Pandita, Pinandita/Pemangku, ataupun dilakukan sendiri langsung ke sumber-sumber mata air seperti klebutan, campuhan, maupun di pantai. Banten pengelukatan yang paling sederhana dapat menggunakan canang sari atau pejati sebagai atur piuning/permakluman dalam memohon air suci.
Drs. Nyoman Sujana mengatakan, saat Banyu Pinaruh umat melaksanakan suci laksana, mandi dan keramas menggunakan air kumkuman di segara. Kegiatan itu bertujuan untuk ngelebur mala. ”Segara itu kan tempat peleburan dasa mala. Dengan melakukan prosesi itu diharapkan terjadi keseimbangan lahir dan batin,” katanya.
Selain pada tempat-tempat yang telah disebutkan diatas, jika tidak sempat juga bisa dilakukan dirumah. Semua itu dibenarkan oleh ajaran agama Hindu seperti yang tertuang dalam buku kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek agama Hindu I-XI.
Jadi dapat disimpulkan Rahina Banyu Pinaruh adalah hari yang baik, hari dimana kita memohon sumber air pengetahuan untuk membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) yang melekat dalam tubuh umat.  Seperti yang tertuang dalam   Bhagavad Gita IV.36, yaitu berbunyi:
Api ced asi papebhyah, sarwabheyah papa krt tamah, sarwa jnana peavenaiva vrijinam santarisyasi
Artinya : walau engkau paling berdosa di antara manusia yang memiliki dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan, lautan dosa akan dapat engkau seberangi
Sumber : Input Bali

Selasa, 24 Desember 2019

8 Manfaat dari Pelaksaan Hari Raya Nyepi di Bali

Inputbali,-  Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaanTahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikanBhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.
Berikut 8 Manfaat dari Pelaksaan Hari Raya Nyepi di Bali, yaitu :
1. Hemat ListrikUmat Hindu tidak menyalakan lampu samasekali selama 24 jam, sejak Selasa (12/3/2013) pagi 06:00 hingga Rabu (13/3/2013) pagi 06:00.
Berdasarkan perhitungan PLN, contohnya di tahun 2012, realisasi KWH yang berhasil dihemat selama 24 jam di Bali saja mencapai 1,125,719 KWH, setara dengan 4.71 miliar Rupiah.
2.Istirahatkan MataAktivitas yang banyak dilakukan di malam hari umumnya nonton televisi atau di depan laptop/tablet. Pendaran cahaya lampu yang terus-menerus masuk ke mata membuat mata lelah. Pada saat Nyepi semua lampu dimatikan total, tanpa terkecuali sehingga mata dipaksa untuk istirahat.
3.Istirahatkan TubuhSel mengalami penyegaran setiap kali tubuh diistirahatkan  yang capek menjadi segar kembali dan yang usang diganti dengan sel baru. Di era modern sekarang ini, istirahat selama 24 jam sudah menjadi kesempatan langka. Jangankan hari kerja, akhir pekanpun masih bekerja. Di hari Nyepi tubuh disitirahatkan total selama 24 jam. Dengan Nyepi, umat Hindu dipaksa menahan nafsu kerjanya untuk beristirahat total selama 24 jam, tidak melakukan aktivitas pekerjaan, sekaligus menyegarkan sel tubuh kembali.
4. Istirahatkan OtakBagian terpenting dari tubuh selain Jantung adalah Otak. Otak menjadi pusat kendali seluruh aktivitas tubuh manusia. Mengistirahatkan otak penting. Jika dihari biasanya tubuh beristirahat namun otak masih bekerja keras, di hari Nyepi idealnya otakpun diistirahatkan.
5. Mendekatkan Hubungan KeluargaSudah menjadi pemandangan umum, saat ini, bahwa mendapati seluruh anggota keluarga (ayah, ibu, anak-anak) berkumpul bersama adalah sesuatu yang mahal,  selalu ada anggota keluarga yang tidak berada di rumah. Dengan Nyepi, seluruh anggota keluarga niscaya bisa berkumpul bersama selama 24 jam.
6. Istirahatkan Mesin dan PeralatanJika di hari biasa selalu ada mesin yang tetap bekerja, dengan amati karya maka aktivitas pekerjaan tidak terjadi selama 24 jam penuh—sehingga otmatis mesin dan peralatan juga istirahat total selama 24 jam. Ini bisa menghemat umur ekonomis (masa manfaat) mesin dan peralatan.
7. Hemat BBMTahun 2012 misalnya, pelaksanaan Nyepi di bali telah menghemat 3,000,000 liter bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Bali. Hal ini mengacu pada rata-rata konsumsi BBM di Bali untuk premium 2,300,000 liter dan solar 700,000 liter.
8. Turunkan PolusiPenggunaan kendaraan saat bepergian, disamping mengkonsumsi BBM juga mengakibatkan polusi udara akibat emisi gas buangan yang timbul dari pembakaran BBM. Dengan tidak bepergian selama 24 jam, polusi akibat emisi gas buangan juga bisa ditekan.
Di tahun 2012 misalnya, sekitar 2,35 juta kendaraan tidak beroperasi di Bali (berdasarkan data kendaraan yang tercatat di Dishub Tahun 2010). Secara teori, jika satu liter BBM memproduksi 2,4 kilogram CO2 dan per hari rata-rata sepeda motor butuh empat liter dan mobil 10 liter, maka sekitar 28,000 ton CO2 tereduksi.
Jika ingin lebih ditelusuri mungkin akan lebih banyak lagi manfaat yang ditemukan dalam pelaksaan Nyepi. Jika ada yang merasa kurang kalian bisa menambahkannya pada kolom komentar untuk bisa saling berbagi informasi dengan semeton yang lain.
Sumber: inputBali

Senin, 23 Desember 2019

Makna Dan 5 Tujuan Upacara Melasti Tradisi Hindu

Melasti  adalah upacara yadnya dalam agama Hindu yang secara umum bertujuan untuk mensucikan diri secara lahir dan batin.  Upacara Melasti dilakasanakan setiap 1 tahun sekali, yang merupakan rangkaian dari Hari raya Nyepi di Bali.
Melasti dalam sumber Lontar Sunarigama dan Sanghyang Aji Swamandala yang dirumuskan dalam bahasa Jawa Kuno menyebutkan
Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana
Artinya : Melasti adalah meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata manifestasi Tuhan Yang Mahaesa untuk menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa dan mencegah kerusakan alam.
Dari kutipan Lontar tersebut di atas, maka Melasti itu ada lima tujuannya yaitu:
  1. Ngiring prewatek dewata, ini artinya upacara melasti itu hendaknya didahului dengan memuja Tuhan dengan segala manifestasinya dalam perjalanan melasti. Tujuannya adalah untuk dapat mengikuti tuntunan para dewa sebagai manifestasi Tuhan. Dengan mengikuti tuntunan Tuhan, manusia akan mendapatkan kekuatan suci untuk mengelola kehidupan di dunia ini. Karena itu melasti agak berbeda dengan berbhakti kepada Tuhan dalam upacara ngodalin atau saat sembahyang biasa. Para dewata disimbolkan hadir mengelilingi desa, sarana pretima dengan segala abon-abon Ida Bhatara. Semestinya umat yang rumahnya dilalui oleh iring-iringan melasti itu menghaturkan sesaji setidak-tidaknya canang dan dupa lewat pintu masuknya kepada Ida Bhatara yang disimbolkan lewat rumah itu. Tujuan berbhakti tersebut agar kehadiran beliau dapat dimanfaatkan oleh umat untuk menerima wara nugraha Ida Bhatara manifestasi Tuhan yang hadir melalui melasti itu.
  2. Anganyutaken laraning jagat, artinya menghayutkan penderitaan masyarakat. Jadinya upacara melasti bertujuan untuk memotivasi umat secara ritual dan spiritual untuk melenyapkan penyakit-penyakit sosial. Penyakit sosial itu seperti kesenjangan antar kelompok, perumusuhan antar golongan, wabah penyakit yang menimpa masyarakat secara massal, dan lain-lain. Setelah melasti semestinya ada kegiatan-kegiatan nyata untuk menginventariskan berbagai persoalan sosial untuk dicarikan solusinya. Dengan langkah nyata itu, berbagai penyakit sosial dapat diselesaikan tahap demi tahap secara niskala. Upacara melasti adalah langkah yang bersifat niskala. Hal ini harus diimbangi oleh langkah sekala. Misalnya melatih para pemuka masyarakat agar memahami pengetahuan yang disebut “manajemen konflik” mendidik masyarakat mencegah konflik.
  3. Papa kelesa, artinya melasti bertujuan menuntun umat agar menghilangkan kepapanannya secara individual. Ada lima klesa yang dapat membuat orang papa yaitu; Awidya : Kegelapan atau mabuk,Asmita : Egois, mementingkan diri sendiri, Raga : pengumbaran hawa nafsu, Dwesa : sifat pemarah dan pendendam, Adhiniwesa : rasa takut tanpa sebab, yang paling mengerikan rasa takut mati. Kelima hal itu disebut klesa yang harus dihilangkan agar seseorang jangan menderita.
  4. Letuhing Bhuwana, artinya alam yang kotor, maksudnya upacara melasti bertujuan untuk meningkatkan umat hindu agar mengembalikan kelestarian alam lingkungan atau dengan kata lain menghilangkan sifat-sifat manusia yang merusak alam lingkungan. Umat hindu merumuskan lebih nyata dengan menyusun program aksi untuk melestarikan lingkungan alam. Seperti tidak merusak sumber air, tanah, udara, dan lain-lain.
  5. Ngamet sarining amerta ring telenging segara, artinya mengambil sari-sari kehidupan dari tengah lautan, ini berarti melasti mengandung muatan nilai-nilai kehidupan yang sangat universal. Upacara melasti ini memberikan tuntunan dalam wujud ritual sakral untuk membangun kehidupan spiritual untuk didayagunakan mengelola hidup yang seimbang lahir batin.
Dalam Babad Bali, Melasti, juga disebutkan merupakan rangkaian dari hari raya Nyepi dan Melasti juga disebut juga melis atau mekiyis bertujuan untuk :
  • Melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci (angemet tirta amerta) untuk kehidupan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber / mata air yang disucikan.
  • Bagi pura yang memiliki pratima atau pralingga seyogyanya mengusungnya ke tempat patirtan tersebut di atas. Pelaksanaan secara ini dapat dilakukan beberapa hari sebelum dilaksanakanya tawur kesanga untuk memohon kepada Tuhan untuk kesejahteraan alam lingkungan menjelang pergantian tahun saka.
Dihimbaukan juga hendaknya kepada semua Umat Hindu yang melaksanakan Melasti tidak membuang sampah makanan/minuman sembarangan. Agar tidak mengotori lingkungan tempat melaksanakan Melasti dan tentu agar tidak mengurangi makna kita melaksanakan Melasti.
Semoga artikel ini bermanfaat. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…
(sumber : sejarahharirayahindu,panbelog)